JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menepis kabar RI akan mencampur semua BBM-nya dengan bioetanol.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Tutuka Ariadji mengatakan hal ini disebabkan Indonesia belum memiliki bahan baku yang cukup untuk melakukan pencampuran ini.
Tutuka mengatakan, rantai pasok masih menjadi persoalan dan pihaknya masih terus mencari solusi untuk hal ini. Ia juga menyebut hal ini berbeda dengan biodiesel di mana RI memiliki banyak bahan baku kelapa sawit.
"Itu masih agak lama (penggunaan) etanolnya, karena pakai apa kita? Kalau biodiesel kita punya hulunya, kelapa sawit, tapi ini kan kita belum punya," ujar Tutuka yang dikutip Selasa 13 Februari.
Dikatakan Tutuka, salah satu kunci menuju penggunaan etanol adalah ketersediaan bahan baku seperti tebu di hulu yang dianggap belum mencukupi kebutuhan untuk pencampuran BBM dengan Bahan Bakar Nabati (BBN). Dengan demikian, penggunaan etanol dal BBM tidak akan mengganggu pasokan gula di dalam negeri.
"Awal rantai pasoknya engga punya di hulu, jadi menurut saya tidak bisa cepat seperti biodiesel," sambung Tutuka.
Untuk itu hingga saat ini, kata dia, BBM dengan campuran etanol masih dalam tahap uji coba secara teknis dan komersial sehingga masih membutuhkan waktu untuk diterapkan secara masif. Tutuka juga menegaskan pihaknya belum memiliki rencana penerapan pencampuran bioetanol dalam waktu dekat.
"Kalau sama seperti biofuel tadi, etanol, masih coba secara teknis dan komersial. Jadi masih perlu waktu," imbuh dia.
BACA JUGA:
Terkait opsi impor bahan baku, Tutuka menyebut hal ini masih sulit dilakukan karena akan memerlukan biaya yang dan harga yang dikenakan untuk BBM jenis baru tersebut akan sangat tinggi.
Tutuka juga menambahkan jika pihaknya telah melakukan uji coba pencampuran Pertalite RON 90 dengan bioetanol yang menghasilkan BBM dengan RON 92 namun belum bisa diedarkan secara masif karena terbentur permaslaahan bahan baku.
"Kalau komersialisasi secara masif, dari mana sumber etanolnya? Sumber daya alamnya dari mana? Itu kunci utama kita. Harus sustainable," pungkas Tutuka.