Bagikan:

JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menilai penggunaan bioetanol sebagai campuran pada bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin di Indonesia bisa menekan importasi dan mewujudkan swasembada energi ke depannya.

"Pemerintah mendorong penggunaan mobil listrik. Tetapi, di situ tidak cukup makanya didorong juga penggunaan bioetanol ke depan. Dan ini saya yakini tidak hanya pemerintah saat ini, pemerintah ke depan juga menginginkan swasembada energi yang sehat," kata Erick di sela menghadiri rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, di Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis 11 Juli.

Erick menyampaikan bahwa pemerintahan saat ini dan pemerintahan baru Presiden terpilih Prabowo Subianto akan terus berupaya menekan importasi BBM.

Dia mengatakan salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan mendorong penggunaan kendaraan listrik serta penggunaan bahan bakar dari bioetanol.

"Tapi kita memang berprinsip bahwa yang namanya impor BBM ini harus dikurangi ke depan. Kita harus swasembada energi," ucap Erick.

Erick menjelaskan bahwa dalam era digitalisasi saat ini, semakin banyak orang yang akan beralih ke mobil listrik, mengakibatkan berkurangnya jumlah mobil yang menggunakan bahan bakar fosil. Dia juga menyoroti bahwa penggunaan bahan bakar fosil tersebut dapat digantikan dengan bioetanol.

"Ini kan eranya sudah era digitalisasi saya rasa. Dan makin banyak yang nanti memakai mobil listrik, makin sedikit jumlah mobil yang menggunakan BBM. Penggunaan BBM-nya sendiri nanti ada dengan bioetanol," ucap Erick.

Menurut dia, penggunaan bioetanol dianggap sebagai alternatif yang positif ke depan karena memberikan potensi untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, serta menyumbang pada upaya perlindungan lingkungan dan keberlanjutan energi.

"Nah ini yang kita rasa penggunaan (bioetanol) juga alternatif daripada bioetanol menjadi hal-hal yang saya rasa positif ke depan," tambah Erick.

Dalam kesempatan itu, Erick juga menanggapi terkait revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 (Perpres 191) untuk membatasi pembelian bakar bakar minyak (BBM) subsidi.

Menurut Erick, hal itu dilakukan agar penyaluran BBM subsidi lebih tepat sasaran dan menyesuaikan dengan kondisi ekonomi penduduk Indonesia yang berbeda-beda.

"Pembatasan tidak ada, kan jumlah penduduk Indonesia makin banyak, tetapi kan segi keekonomian masing-masing penduduk Indonesia berbeda-beda. Jadi, tepat sasaran yang lebih diutamakan," katanya.

Erick juga mengatakan bahwa Kementerian BUMN tidak terlibat dalam pengambilan keputusan terhadap kebijakan dari wacana tersebut. Tetapi dia menyebutkan, saat ini wacana tersebut masih didiskusikan di antara kementerian terkait.

Kementerian BUMN mendukung langkah-langkah pemerintah dalam mengatur bantuan-bantuan yang seharusnya didapat oleh masyarakat, termasuk listrik dan gas.

Selain itu, Erick juga berharap agar hal tersebut tidak menjadi polemik di tengah masyarakat. Apalagi, hal itu sudah digodok hampir setahun lebih, sehingga bukan sesuatu yang baru.

"Dengan sekarang keterbukaan informasi, dengan adanya juga yang namanya digitalisasi, saya rasa tidak perlu dikhawatirkan itu," kata Erick.