Menteri ESDM Bakal Kembangkan Bioetanol secara Masif sebagai Alternatif BBM
Menteri ESDM Arifin Tasrif. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengaku akan mengembangkan bioetanol secara masif.

Menurutnya, pengembangan jenis BBM baru harus melalui serangkaian tahapan dan pengujian agar tergambar kelayakan untuk diproduksi secara massal.

"Pasti kita harus menuju ke sana karena kita masih punya lahan yang luas," ujar Arifin yang dikutip Selasa 18 Juli.

Arifin menjelaskan. pemerintah setelah sukses mengembangkan Biodiesel berencana untuk mengembangkan Bioetanol sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM) untuk menjadi bahan bakar kendaraan.

Pengembangan yang sudah dilakukan Pemerintah saat ini masih dalam skala pilot project untuk menghitung kualitas bahan bakar yang dihasilkan dan nilai keekonomiannya.

"Kita saat ini baru pada tahap pilot, baru akan ada scale up. Nanti baru dianalisa keekonomiannya dan selama itu harus juga ada free marketing. Uji coba dulu respons dari masyarakat baik atau tidak kemudian kualitasnya bagus atau tidak dan memang harus ada tahap-tahapan seperti itu. Dan jika sudah skala besar, kita akan bangun industrinya," beber Arifin.

Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo pada tanggal 4 November 2022 telah meluncurkan program Bioetanol Tebu untuk Ketahanan Energi.

Peresmian ini dilaksanakan di sela kunjungan kerja di pabrik bioetanol PT Energi Agro Nusantara (Enero), Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.

Sementara itu, Tim Studi Bioetanol ITB telah melakukan kajian pencampuran etanol 5 persen ke dalam Pertalite (RON 90) menjadi kualitas sama dengan Pertamax (RON 92).

Studi ITB tersebut konsisten dengan kajian pencampuran etanol 5 persen dengan pertalite RON 90 yang dilakukan oleh PT Pertamina.

Potensi hilirisasi bioetanol berbasis tebu membuka peluang menciptakan ketahanan energi melalui pengurangan ketergantungan impor bahan bakar minyak nasional, sekaligus menciptakan bauran energi baru terbarukan yang ramah lingkungan.

Hasil riset ITB tersebut juga menunjukkan Indonesia telah menghemat devisa sebesar 2.6 miliar dolar AS dari substitusi impor diesel melalui program Biodiesel kelapa sawit.

Di sisi lain, laporan ITB memproyeksikan Indonesia akan mengimpor hingga 35.6 juta kiloliter pada 2040 atau hampir dua kali lipat dari jumlah impor bahan bakar minyak tahun 2021.

Penggunaan bioetanol sebagai bahan campuran BBM dapat menurunkan impor BBM jenis bensin, menurunkan polutan emisi kendaraan, dan menciptakan potensi lapangan kerja di sektor pertanian dan produksi bioetanol.

Manfaat lain bioetanol juga adalah potensi pengurangan emisi gas rumah kaca hingga 43 persen termasuk CO2, NOx dan Partikel PM2.5 dan meningkatkan bauran energi terbarukan Indonesia yang ditargetkan mencapai 23 persen pada tahun 2025.

Penurunan emisi dapat terjadi karena etanol sebagai gasohol memiliki nilai oktan sebesar (RON) 128, sehingga pencampuran dengan bensin akan meningkatkan kadar oktan dan kualitas pembakaran BBM.

Untuk mendukung program subsitusi BBM ke BBN ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), bersama tim riset Institut Teknologi Bandung (ITB), dengan didukung oleh US Grains Council (USGC) juga telah berhasil menyusun Peta Jalan Strategis untuk Percepatan Implementasi Bioetanol di Indonesia.

Kajian peta jalan yang mulai disusun sejak 2021, guna mendukung program implementasi penggunaan Bioetanol pada bahan bakar untuk kendaraan bermotor dan mempersiapkan industri Bioetanol di Indonesia.