Pertumbuhan Ekonomi 2023 5,05 persen Dinilai Masih Jauh Menuju Indonesia Maju
Ilustrasi rupiah (Foto: dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai pertumbuhan ekonomi sepanjang 2023 sebesar 5,05 persen tidak cukup buat mengantarkan Indonesia untuk menjadi negara maju. Menurutnya pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen hingga 8 persen baru dapat mencapai target tersebut

"Jadi pertumbuhan 5 persen tentu tidak cukup, jika kita ingin menjadi negara maju, rata-rata harus 7-8 persen pertumbuhannya," jelasnya kepada VOI, selasa 6 Februari 2024.

Menurut Bhima dengan waktu yang tersisa pemerintah harus menggeser target untuk menjadi negara maju menjadi negara yang merata.

"Jadi isunya bukan menjadi negara maju tapi menjadi negara dengan ketimpangan baik orang kaya dan orang miskin, ketimpangan kepemilikan lahan, ketimpangan kepemilikan aset itu yang harus bisa direduksi dan dikecilkan," tuturnya.

Namun, Bhima menyampaikan dengan pertumbuhan ekonomi saat ini konsumsi kelompok menengah kebawah masih tertekan, akibat adanya regulasi pengupahan yang dianggap terlalu kecil bahkan tidak dapat menutupi kenaikan harga bahan pangan yang naiknya 6 persen lebih.

Selain itu, kesempatan kerja disektor formal semakin terbatas dan investasi yang masuk belum mampu menciptakan serapan tenaga kerja lokal yang besar. Menurut Bhima situasi ini tersebut harus segera diatasi dan ada beberapa hal yang bisa dijadikan terobosan agar ekonomi lebih tumbuh.

"Pertama, kita harus lepas dari ketergantungan harga komoditas, karena di sektor komoditas terutama di perkebunan, sawit dan nikel itu cenderung investasi yang padat modal, kemudian terjadi ketimpangan cukup ekstrem di sektor komoditas dan harganya naik turun tanpa bisa dikendalikan oleh pemerintah," tuturnya.

Menurut Bhima hal tersebut harus bergeser dari ekonomi berbasis komoditas mentah atau olahan menjadi ekonomi hijau jadi ekonomi yang berkelanjutan sehingga dapat memunculkan sumber pertumbuhan baru yang lebih stabil kedepannya.

Adapun, cara kedua yaitu dengan memberikan insentif yang lebih terarah dan terukur pada investasi yang benar-benar sifatnya padat karya, sehingga dapat menyerap tenaga kerja lokal, umkm lokal.

"Kalo sekarang banyak insentif pada hilarisasi industri misalkan hilarisasi untuk nikel banyak yang tidak tepat sasaran jadi harus di evaluasi kembali," imbuhnya.

Selanjutnya dengan mendorong konsumsi rumah tangga, agar dapat melindungi masyarakat paling bawah seperti bantuan sosial (bansos) dan fasilitas infrastruktur yang memadai. Sementara untuk masyarakat yang menengah atas kuncinya adalah stabilitas politik.

"Dalam stabilitas politik kita lihat banyak sekali blunder oleh Presiden yang membuat kekhwatiran, sehingga situasi politik cenderung buruk menjelang pemilu seperti adanya presiden yang mau berkampanye kemudian adanya dinasti politik justru banyak menimbulkan kekhawatiran bagi masyarakat menengah atas sehingga mereka menahan belanja," katanya.

Oleh sebab itu, Bhima menyarankan tingkat kepercayaan masyarakat harus dipulihkan kembali dan Presiden harus menjaga independesi dalam pemilihan umum dan membuat pemilu berjalan demokratis.