Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Perdagangan (Kemendag) buka suara terkait keluhan pelaku usaha soal aturan pengetatan impor. Kemendag membantah bahwa pengetatan barang impor justru membuat konsumen di dalam negeri lebih memilih belanja ke luar negeri.

Adapun keluhan pengusaha ini terkait dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

Plt Sekjen Kemendag, Suhanto mengatakan bahwa pemerintah melalui aturan tersebut tidak bermaksud melarang atau memperketat impor. Kata dia, aturan itu hadir untuk mendorong masyarakat menggunakan produk dalam negeri.

“Kita tidak melarang impor, pengetatan impor itu enggak. Tapi lebih ke selektif, kalau produk dalam negeri bisa kenapa harus pakai impor. Kan kita tidak ingin UMKM kita mati,” ujarnya ditemui di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat, 2 Februari.

Kata Suhanto, hadirnya aturan ini bisa membantu pemerintah juga dalam memimalisir jalur-jalur tikus yang kerap didigunakan sejumlah oknum untuk menyalurkan barang impor ilegal ke dalam negeri. Apalagi, kata dia, selama ini pemerintah tidak punya kemampuan memeriksa barang crossborder.

Lebih lanjut, Suhanto juga membantah kekhawatiran para pengusaha soal dampak dari kebijakan ini justru membuat konsumen di dalam negeri lebih memilih belanja ke luar negeri.

“Ah enggak juga. Istilahnya kalau beli barang branded di luar negeri kan yang sering jalan-jalan, kalau kaya kita dalam negeri kan gak ke luar negeri, ya kalau sambil jalan-jalan orang belanja wajar dong. Ada yang liburan pulang bawa barang karena ada kesempatan beli yang branded, punya duit, kenapa enggak,” tuturnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) Budihardjo Iduansjah mengatakan penerapan kebijakan impor yang diimplementasikan salah satunya ke dalam peraturan pengetatan impor untuk barang branded berdampak pada sektor-sektor tertentu, dan mengakibatkan banyak peluang menjadi hilang.

Alhasil, sambung Budihardjo, opsi berbelanja ke luar negeri kemudian banyak dipilih konsumen dalam negeri karena lebih murah dan pilihannya lebih lengkap. Artinya, Indonesia kehilangan peluang menjadi destinasi berbelanja bagi turis asing, karena harga-harganya mahal.

“Praktik jasa titip atau jastip yang tidak membayar pajak dan impor illegal menjadi semakin menjamur,” jelasnya.

Bahkan, kata dia, sektor UMKM pun turut terdampak karena pengetatan impor bahan baku sehingga produksi produk dalam negeri juga terdampak. Selama ini diketahui bersama bahwa peritel pun telah banyak berperan dalam membantu UMKM dan produsen lokal dalam jaringan ekosistem rantai pasok tersebut.

“Pemerintah telah membuat berbagai peraturan yang baik namun kurang tepat dalam mengatasi permasalahan impor ilegal ini. Dampak yang serius dialami oleh pelaku impor legal. Pada beberapa kali dengar pendapat terbuka, kami juga sudah menyampaikan kondisi di lapangan namun peraturan tetap diterbitkan,” ujar Budihardjo.