Bagikan:

JAKARTA - PT KAI Commuter atau KCI memutuskan untuk mengimpor tiga rangkaian kereta atau trainset dari perusahaan asal China, yakni CRRC Sifang Co Ltd.

Sebelumnya, KCI sempat dikabarkan akan mengimpor kereta dari Jepang.

Manajemen KCI menyatakan keputusan impor KRL baru ini berdasarkan hasil rapat koordinasi yang dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan pada bulan Juni 2023, lalu yang juga dihadiri oleh Kementerian BUMN, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), PT INKA, dan stakeholder lainnya.

Lalu, apakah impor kereta ini sesuai rekomendasi BPKP?

Kepala BPKP, Muhammad Yusuf Ateh menuturkan, BPKP tidak melakukan reviu atas pengadaan impor KRL baru dari China seperti yang disampaikan KCI.

“Jadi ini belum (direviu BPKP) memang. Makanya saya tidak tahu kalau ada yang bicara, mungkin yang terkait dulu. Tapi yang (keputusan impor dari China) ini belum. Karena kita (melakukan reviu) kan sesuai permintaan,” katanya dalam konferensi pers, di kantor BPKP, Jakarta, Kamis, 1 Februari.

Sementara itu, Deputi Bidang Akuntan Negara BPKP, Sally Salamah mengatakan bahwa BPKP pernah mengeluarkan rekomendasi terkait rencana pengadaan kereta bekas dari Jepang.

Sally bilang dari hasil reviu, BPKP merekomendasikan untuk tidak melakukan impor KRL bekas, salah satunya karena melanggar aturan.

Misalnya, kata Sally, Peraturan Pemerintah (PP) nomor 29 tahun 2021 dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) yang mengatur kebijakan dan pengaturan impor, karena KRL bekas tidak memenuhi kriteria sebagai barang modal bukan baru yang dapat diimpor.

“Memang setelah kita melakukan reviu atas permohonan untuk dilakukan impor KRL bekas, dari hasil kajian atau reviu kami memang banyak aturan yang dilanggar,” katanya.

Sally menjelaskan untuk mengaudit perlu ada permintaan dari KAI.

Menurut Sally, pihaknya belum menerima permintaan audit terkait impor KRL baru dari KAI hingga saat ini.

“Ketika mereka melakukan proses impor KRL baru, BPKP belum dilibatkan. Nah ini kan sudah selesai mereka menandatangani kontrak, biasanya mereka akan minta ke BPKP untuk melakukan proses reviu,” ujar Sally.

Pada audit yang dilakukan sebelumnya, lanjutnya, BPKP memang tidak memberikan rekomendasi yang berkaitan dengan harga beli KRL impor, dan juga pemilihan negara asal impor.

Meski begitu, ujarnya, aspek tersebut sebenarnya bisa diaudit apabila diperlukan dan diminta oleh KAI.

“Mungkin saja, kalau mereka minta. Kalau di BPKP, prosedurnya kalaupun mereka minta, itu harus ada expose dulu, di dalam standar kami seperti itu. Ketika mereka expose, bisa jadi kami tidak melakukan penugasan tersebut. Itu ada prosedurnya,” tuturnya.