AMIN Bakal Lanjutkan Hilirisasi Nikel, tapi Bakal Dirombak Habis
Dewan Pakar Tim Pemenangan Nasional Anies-Muhaimin (Timnas AMIN), Wijayanto Samirin. (Foto: Tangkapan layar YouTube)

Bagikan:

JAKARTA - Pasangan Calon (Paslon) nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar bakal melanjutkan hilirisasi sumber daya alam, dalam hal ini nikel yang sudah berjalan saat ini. Namun, program ini akan dirombak habis.

Dewan Pakar Tim Pemenangan Nasional Anies-Muhaimin (Timnas AMIN), Wijayanto Samirin mengatakan, AMIN ingin melanjutkan hilirisasi dan mendorongnya menuju industrialisasi. Namun, dengan perbaikan, terutama dalam aspek Environment, Social, Governance (ESG).

“Dalam visi misi AMIN itu tertulis sangat jelas bahwa AMIN akan melanjutkan hilirisasi, mendorongnya menuju industrialisasi, tetapi dengan perbaikan-perbaikan,” katanya dalam acara ‘Dilema Hilirisasi Tambang: Dibatasi atau Diperluas?’ di Jakarta, Kamis, 25 Januari.

Lebih lanjut, Wijayanto bilang, kubunya fokus pada hilirisasi, khususnya dalam konteks nikel sebagai sektor unggulan atau front runner. Karena itu, dia bilang keberlanjutan dan perbaikan hilirisasi nikel ini penting.

Meski begitu, Wijayanto menekankan, perlu membetulkan platform dan format hilirisasi nikel yang saat ini ada agar menjadi contoh yang baik untuk sektor tambang lainnyq.

“Kalau kita berbicara hilirisasi, nikel ini adalah front runner, pelari terdepan. Ini harus kita betulin platform dan formatnya. Kenapa? Supaya hilirisasi di sektor tambang yang lain itu mengikuti path ini. Kalau ini enggak benar, yang lain ngikutin bisa berabe kita. Jadi kita harus perbaiki platform-nya,” jelasnya.

Benahi Tata Kelola Hilirisasi Nikel

Wijayanto juga menyinggung soal pentingnya tata kelola (governance) dalam konteks hilirisasi, terutama terkait investasi asing atau Foreign Direct Investment (FDI).

Dia bilang, pemerintah senang jika investasi asing besar karena dapat mencapai target investasi.

Padahal, ada potensi untuk di-markup yang mengakibatkan kerugian.

“Tetapi kita jangan lupa, kalau investasi itu besar dan ternyata markup, bagaimana? Apakah ada proses audit untuk itu? Ini kita berbicara nikel dan berbicara sektor tambang yang lainnya ke depannya,” tuturnya.

Wijayanto juga menjelaskan jika belanja modal atau capital expenditure (capex) melampaui batas tertentu karena markup, maka tax holiday yang diberikan pemerintahan akan lebih besar.

“Sehingga taxable income turun, potensi penerimaan pajak pemerintah juga turun,” katanya.

Karena itu, Wijayanto pun mempertanyakan pentinganya insentif pajak yang sedemikian masif dalam sektor tambang, khususnya nikel.

Padahal, menurut dia, Indonesia menguasai sumber dayanya.

“Rasanya tidak perlu tax incentive yang sedemikian masif untuk mendatangkan investor,” tuturnya.