JAKARTA - Dewan Penasihat Asosiasi Profesi Metalurgi Indonesia (Prometindo) Arif Tiammaf memberikan penjelasan terkait isu penggunaan nikel sebagai komponen bahan baku kendaraan listrik. Asal tahu saja, nikel saat ini tengah santer dibandingkan dengan Lithium Fero Phosphate (LFP) sebagai pengganti nikel.
Seperti diketahui, LFP menjadi sorotan usai disinggung Calon Wakil Presiden (Cawapres) Nomor urut 02 dalam Debat Cawapres Piplres 2024, Minggu, 21 Januari lalu.
Arif menjelaskan, dari sisi keekonomian, LFP terbilang jauh lebih murah dibandingkan dengan penggunaan nikel.
"LFP hanya 27 persen dari Nickel Manganese Cobalt Oxide (NMC). Sedangkan sampai level baterai hanya 80 persen dari level NMC," ujarnya dalam Mining Zone yang dikutip Rabu 24 Januari.
Dengan demikian, kata dia, dari nsisi komersial penggunaan kendaraan listrik berbasis baterai LFP Jauh lebih murah dibandingkan dengan penggunaan baterai berbasis nikel.
Sementara dari sisi lingkungan, Arif menjelaskan sumber daya dan cadangan Fero atau besi jauh lebih melimpah dibandingkan dengan nnikel. Seperti diketahui, nikel telah masuk dalam kategori mineral kritis.
"Dalam hal kemampuan daur ulang , LFP dan NMC masing=masing bisa daur ulang tapi dari keekonomian kalau kita daur ulang baterai berbasis nikel itu jauh lebih menguntungkan ketimbang baterai berbasis besi," sambung Arif.
BACA JUGA:
Lebih jauh ia menjelaskan, saat mendaur ulang baterai berbasis nikel akan lebih mudah memperoleh nikel cobalt, mangan dan lithium.
"Sementara yang berbasis LFP, FE aau iron ketika recicle dari material baterai, effortnya secara ekonomi berat kecuali ada lithium," imbuh Arif.
Maka secara keekonomian, Arif menyimpulkan daur ulang baterai berbasis NMC jauh lebih menguntungkan dibandingkan dengan baterai LFP.
"Jadi secara jangka panjang dan lingkungan, NMC lebih menguntungkan daripada LFP," pungkas Arif.