Bagikan:

JAKARTA - Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Parid Ridwanuddin menyayangkan bahwa tidak ada satu pun dari para calon wakil presiden (cawapres) yang menyoroti permasalahan pesisir laut.

Parid menilai, para nelayan di sejumlah daerah kini terpaksa tidak melaut selama enam bulan terakhir akibat cuaca buruk.

Menurut dia, perubahan iklim dunia sudah berdampak kepada masyarakat di daerah pesisir dan memberikan efek negatif terhadap kehidupan mereka.

Parid kecewa para kandidat memiliki banyak program soal ketahanan pangan, namun kurang memperhatikan isu kelautan dan perikanan.

"Kalau kami mau bicara juga soal pangan laut, kami harus bicara perlindungan aktor," ujar Parid dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, 23 Januari.

Dia menjelaskan nasib memilukan yang dialami para nelayan Indonesia karena krisis iklim. Nelayan-nelayan di Indonesia itu setiap tahun menghadapi cuaca buruk atau ombak tinggi yang mengancam nyawa mereka.

"Hari ini, kalau kami cek ke nelayan-nelayan Indonesia itu sudah enam bulan pada enggak melaut. Nah, ini eenggak disebut oleh cawapres kemarin," katanya.

Berdasarkan data yang dimiliki Walhi, kata Parid, para nelayan di banyak pesisir Indonesia sudah tidak melaut sejak Juli 2023 karena cuaca buruk.

Kalaupun ada nelayan yang melaut, lanjutnya, itu memaksakan diri karena tidak ada pilihan lain.

Menurut data Walhi, telah terjadi penurunan jumlah nelayan yang sangat signifikan. Adapun penurunan jumlah nelayan tersebut mencapai 330.000 orang pada 2020 lalu.

"Jadi, tahun 2010 kalau kami tarik ke tahun-tahun sekarang itu ada penurunan jumlah nelayan yang sangat signifikan kurang lebih 330.000 orang," ucap dia.

Selain itu, sejak 2010 sampai 2020, jumlah nelayan yang celaka hingga meninggal di laut terus meningkat.

Pada 2010 ada sekitar 87 orang yang tercatat meninggal karena melaut dalam cuaca ekstrem.

Menurut Parid, jumlah tersebut belum seluruhnya tercatat dan diperkirakan jumlahnya bisa lebih tinggi.

"Jadi, kalau 2010 itu sekitar 87 orang yang tercatat (meninggal). Artinya, mungkin ada lebih banyak yang tidak tercatat. Tapi paling tidak yang kami catat ada 87 orang yang meninggal di laut karena cuaca ekstrem, sedangkan 2020 jumlahnya naik lebih dari 250 orang," ungkap Parid.

Parid menilai, apabila persoalan itu terus dibiarkan oleh pemerintah mendatang, dikhawatirkan hasil produksi pangan laut Indonesia akan terus merosot.

Bahkan, menurut dia, Indonesia bisa menjadi importir ikan terbesar di dunia mengingat jumlah konsumsi ikan di Tanah Air terus meningkat.

Hal itu tentu akan menjadi ironi lantaran dua per tiga dari wilayah Indonesia merupakan perairan atau lautan.

"Negara importir ikan terbesar di dunia, kenapa? Punya laut luas tapi nelayannya habis," pungkasnya.