Kenaikan Pajak Hiburan hingga 75 Persen Bikin Pengusaha Bangkrut
Praktisi Hukum JJ Amstrong Sembiring. (Foto: Istimewa)

Bagikan:

JAKARTA - Sejumlah daerah di Indonesia telah mengumumkan kenaikan tarif pajak dan jasa tertentu (PBJT) untuk kategori hiburan pada 2024.

Ketetapan itu mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

UU tersebut membawa perubahan dalam kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah.

Salah satunya adalah Pajak atas Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).

Kenaikan paling signifikan berlaku untuk pajak hiburan seperti karaoke, diskotek, bar, klub malam, dan spa, yakni menjadi 40-75 persen.

Praktisi Hukum JJ Amstrong Sembiring mengatakan, pemungutan pajak seharusnya berlandaskan pada keadilan, baik itu di dalam peraturan perundang-undangan maupun dalam pelaksanaan pemungutan pajak.

Menurut dia, landasan keadilan itu merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai keadilan bagi masyarakat.

Di mana syarat tersebut dalam pemungutan pajak adalah landasan prinsip yang harus ada dalam setiap aktivitas pemungutan pajak.

"Ada 5 (lima) syarat pemungutan pajak harus terpenuhi," kata dia dikutip, Minggu, 21 Januari.

Syarat pertama yakni keadilan, di mana pemungutan pajak harus adil). Kedua, syarat Yuridis (pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang).

Ketiga, lanjutnya, syarat ekonomis, pemungutan pajak tidak mengganggu perekonomian nasional.

Keempat, syarat finansial yaitu pemungutan pajak harus efisien.

Terakhir, syarat sederhana di mana sistem pemungutan pajak harus sederhana.

"Kenaikan pajak hiburan sebesar 40 -75 persen dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) dapat mematikan bisnis alias pengusaha banyak yang bangkrut total. Hal tersebut tentunya akan menimbulkan dampak potensi bagi konsumen pengunjung jadi males atau sungkan datang ketempat hiburan yaitu dengan pajak yang sangat tinggi," pungkas Amstrong Sembiring.