Bagikan:

JAKARTA - Calon Presiden (Capres) Nomor Urut 02, Prabowo Subianto memasang target kenaikan rasio pajak sebesar 5 hingga 6 persen dari capaian saat ini jika terpilih pada Pemilu 2024.

Tujuannya, untuk membuat posisi Indonesia sejajar dengan Malaysia, Vietnam hingga Kamboja.

Awalnya, Prabowo mengungkapkan, rasio pajak di Indonesia saat ini masih berada di 12 persen.

Sementara negara-negara tetangga sudah jauh lebih tinggi. Misalnya, Thailand dan Vietnam yang mencapai 16 persen dan 18 persen.

“Jadi rasio pendapatan kita pajak plus penghasilan yang lain itu sudah di sekitar 12 persen, tetapi benar Thailand, Vietnam, tetangga-tetangga kita sudah 16 persen sudah 18 persen,” kata Prabowo dalam Dialog Capres Bersama Kadin Indonesia: Menuju Indonesia Emas 2045, di Jakarta, Jumat, 12 Januari.

Menurut Prabowo, jika Thailand dan Vietnam bisa mengapa Indonesia tak bisa. Karena itu, ia menekankan Indonesia juga harus bisa sejajar kedua negara tersebut dalam hal rasio pajak.

“Saya bertanya, apa sih bedanya kita dengan orang Thailand dan orang Vietnam, apa kita lebih bodoh atau apa masalahnya. Jadi if they can do it, we must also do it, kita tidak boleh menyerah,” tegasnya.

Guna mengejar posisi Malaysia, Thailand, hingga Kamboja tadi, Prabowo mengungkit soal peran badan khusus penerimaan negara.

Ia ingin menaikkan rasio pajak 5 hingga 6 persen agar menjadi 18 persen.

“Sasaran kita, kita harus naik dari 12 persen. kita harus naik ke 5 persen atau 6 persen,” kata Prabowo.

Prabowo pun mengungkapkan strategi yang akan digunkana pihaknya untuk meningkatkan rasio pajak sebesr 5-6 persen ke depannya. Salah satu caranya berbasis keputusan politik.

“Jadi pertama semua itu berasal dari will, kehendak politik, political will, ada nggak political will untuk sama dengan Malaysia Thailand Vietnam dan Kamboja sekalipun, dan kalau ada political will kita cari upayanya antara lain dengan komputerisasi dengan digitalisasi dan dengan efisiensi transparansi,” tuturnya.

Prabowo juga bilang akan memisahkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Nantinya, kata dia, akan dibentuk badan khusus yang mengurusi penerimaan negara.

“Kita mau pisahkan badan penerimaan tersendiri supaya lebih efisien si Menteri Keuangan tidak perlu untuk mikirin atau mengurusi itu, ada Badan Khusus kemudian kita pisahkan antara treasury antara pengelolaan kekayaan negara dan penerimaan,” jelasnya.