Bagikan:

JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif meminta PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk mulai menggunakan energi bersih dalam mendukung kegiatan usaha pertambangan.

Arifin menyebut, hal ini sebagai bentuk adaptasi terhadap tren masyarakat dunia yang bergeser ke arah energi bersih.

"Sekarang negara-negara dunia sudah mulai mengangkat isu carbon mechanism cross border. Jadi, kalau barang-barang yang cross border itu basic industrinya mempunyai carbon content yang tinggi, maka akan dikenakan pajak. Singapura sudah mulai dengan 5 dolar AS dan diperkirakan tax-nya di tahun 2050 itu sebesar 50 dolar AS," ujar Arifin yang dikutip Senin 11 November.

Arifin menambahkan, kebijakan negara-negara tersebut harus segera diantisipasi perusahaan-perusahaan di Indonesia khsusunya PTFI agar tidak dirugikan dengan pengenaan pajak tinggi terhadap produk yang dihasilkan karena memiliki konten karbon tinggi dari produknya.

"Makanya saya bilang ke Tony (Presiden Direktur PTFI) energi yang dipakai untuk mendukung ini (pertambangan di PTFI) harus segera dipikirkan untuk menggunakan energi bersih," sambung Arifin.

Lebih lanjut, Arifin mengatakan, sumber-sumber energi bersih sangat banyak tersedia di Indonesia, misalnya energi bayu (angin) yang potensi mencapai 500 gigawatt (GW) dan menjadi modal untuk dapat diutilisasi.

"Potensi energi terbarukan yang dimiliki Indonesia sangat besar, misalnya saja untuk energi angin menurut survai perusahaan dari negara lain mengatakan potensinya hingga mencapai 500 GW terutama yang berada di ketinggian 140 meter, kalau memang yang dibawah-bawah itu kecil seperti pantai pangandaran merauke itu kecil," kata Arifin.

Presiden Direktur PTFI Tony Wenas menyambut baik permintaan Menteri ESDM untuk mulai menggunakan energi bersih yang rendah emisi dalam kegiatan pertambangannya.

"PTFI berkomitmen untuk mengurangi intensitas emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 30 persen di tahun 2030. Pada tahun 2021, pengurangan emisi GRK pada kegiatan operasi kami mencapai 22 persen (dibandingkan 2018). Sebagian besar dikarenakan transisi dari tambang terbuka ke tambang bawah tanah, dimana kami menggunakan sistem kereta listrik otomatis bawah tanah," ujar Tony.

Tony menambahkan, PTFI juga saat ini sedang mengembangkan PLTMG atau pembangkit listrik bahan bakar minyak dan gas.

PLTMG tersebut akan memiliki kapasitas 168MW, dan diharapkan beroperasi tahun depan.

Tony mengatakan, logam tembaga merupakan produk masa depan karena 65 persen produk tembaga dunia digunakan sebagai penghantar listrik dan sekarang ini negara-negara berlomba lomba menggunakan pembangkit energi bersih sehingga akan membutuhkan tembaga lebih banyak lagi.

"Sebagai contoh mobil listrik membutuhkan tembaga empat kali lebih banyak daripada mobil biasa karena lebih banyak cabling system kemudian baterainya yang mengandung tembaga. Kemudian PLT Bayu ini membutuhkan kira-kira setiap megawatt itu membutuhkan sekitar 1,5 ton tembaga dan untuk PLT Surya juga itu membutuhkan 5,5 ton tembaga," jelas Tony.