Bagikan:

JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah untuk turun tangan mengatasi aksi boikot terhadap produk-produk fast moving consumer goods (FMCG) yang diduga pro Israel.

Diketahui, sebanyak 20 persen produk yang dijual di ritel modern masuk dalam kategori produk FMCG dan menyumbang pendapatan hingga 80 persen. Adapun, sebanyak 80 persen lainnya merupakan produk di luar kategori FMCG yang berkontribusi terhadap 20 persen pendapatan ritel.

"Pemerintah harus hadir, dong, dalam membaca dan melihat situasi kondisi. Maksudnya perlu ada langkah-langkah yang relevan dan adaptif yang harus dilakukan pemerintah dalam membaca situasi ini," ujar Ketua Umum (Ketum) Aprindo Roy Nicholas Mandey dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 15 November.

Roy mengatakan, dengan adanya hal tersebut, akan memberikan dampak yang berkepanjangan, salah satunya kemungkinan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai upaya efisiensi di tengah penurunan permintaan.

"Jangan berdiam, jangan hanya isyarat-isyarat, karena ada hak konsumen di sini, ada produktivitas di situ, yang mana mempekerjakan tenaga kerja teman-teman kami juga," kata dia.

Dia menyarankan agar pemerintah segera menggerakkan misi kemanusiaannya dengan mengajak masyarakat hingga konsumen untuk ikut memberikan bantuan.

"Bisa dibayangkan begitu tergerus produsennya atau suppliernya, pertumbuhan divestasinya pasti enggak terjadi, dan bahkan pelaku usaha tidak mau melakukan ini, yaitu pengurangan tenaga kerja atau PHK," ucap Roy.

"Jadi, itu hubungannya sangat langsung. Sementara, tenaga kerja itu bertumbuh setiap tahun sekitar 2-3 persen, yang ada nanti bisa berkurang, apalagi yang baru mau masuk," tambahnya.

Meski begitu, Roy menegaskan pihaknya tetap mendukung pemerintah untuk mendorong aksi kemanusiaan dan mendukung perdamaian di Palestina. Pemerintah bisa membuat aksi kemanusiaan yang melibatkan masyarakat Indonesia untuk membantu warga Palestina, alih-alih membiarkan aksi boikot produk pro Israel makin meluas dan berlangsung lama.

"Perlu ada langkah yang relevan dan adaptif yang dilakukan pemerintah. Apa langkah tepat untuk misi perdamaian yang melibatkan masyarakat tanpa harus menghilangkan hak konsumen," pungkasnya.