Bagikan:

JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyoroti ramainya aksi boikot terhadap produk-produk fast moving consumer goods (FMCG) yang diduga pro Israel.

Ketua Umum (Ketum) Aprindo Roy Nicholas Mandey berharap, hal tersebut tidak mengorbankan atau menggantikan hak konsumen.

"Maksudnya begini, kami juga masih perlu mempertanyakan observasi yang dibilang atau dikaitkan ke Israel. Itu bagaimana relevansinya walaupun sudah dinyatakan oleh pers luar. Itu sah-sah saja, tapi pengkajian atau observasinya sejauh mana," ujar Roy dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 15 November.

Roy menyebut, hak konsumen untuk membeli dan mendapatkan produk perlu dilindungi. Dia mencontohkan, semisal dalam satu keluarga ada seorang bayi yang membutuhkan susu formula yang dibeli di pasar ritel.

Kemudian konsumen tersebut tidak diperbolehkan untuk membelinya

"Kembali lagi haknya dia (konsumen) untuk membeli (keperluan) buat bayinya akhirnya kesulitan. Nah, ini yang kami sayangkan karena tentunya kebutuhan dari ibu untuk membelanjakan bagi bayinya atau putra putrinya yang masih kecil akhirnya harus tergantikan dan berdampak," kata dia.

Contoh lain, lanjut Roy, supplier makanan dan minuman yang mempekerjakan tenaga kerja dari Indonesia dan sudah bersertifikasi halal namun diboikot.

Sementara konsumen sendiri perlu makanan dan minuman itu.

Dia tak menampik kalau saat ini sudah ada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait pemboikotan tersebut.

Menurutnya, hal itu tidak jadi masalah dan yang terpenting adalah bagaimana hak konsumen itu sendiri terpenuhi.

"Kami tidak menyentuh hal fatwanya, tapi yang kami sentuh konsumennya ini. Hak konsumen dalam memilih atau membeli perlu dilindungi. Konsumen ketika belanja atau konsumsi berkontribusi juga ke (pertumbuhan) ekonomi, karena konsumsi rumah tangga kami 51,8 persen itu dari konsumsi rumah tangga," imbuhnya.