Bagikan:

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal membatasi besaran pinjaman dana yang diajukan nasabah dari perusahaan fintech atau P2P Lending alias pinjaman online (pinjol).

Hal ini tertuang dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SE OJK) No. 19 tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI).

Dalam SE tersebut, nasabah hanya boleh mengajukan pinjaman maksimal 50 persen dari pendapatan yang didapat setiap bulan.

"Ada batas maksimum terkait jumlah pinjaman atau leverage. Jadi, kalau orang punya income berapa, boleh pinjam berapa, jadi ada maksimumnya. Kita mulai dari 50 persen tahun 2024, tahun berikutnya diturunkan lagi jadi 40 persen, kemudian tahun berikutnya turun lagi 30 persen," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman kepada wartawan, Jumat, 11 November.

Agusman menambahkan, aturan tersebut dibuat untuk mencegah debitur dari risiko gagal bayar.

"Untuk memagari perilaku (konsumen) yang gali lubang tutup lubang itu, hanya boleh maksimal tiga platform yang kita harapkan ke depan. Karena kalau paltformnya makin banyak, dikasih kesempatan betul-betul terjadi itu gali lubang tutup lubang itu," jelasnya.

Karena itu, dia meminta, penyedia layanan jasa pinjol untuk melakukan analisis terhadap permohonan pinjaman dana seperti kelayakan dan kemampuan konsumen.

"Memang industri P2P lending sedang mengembangkan Pusat Data Fintech Lending (Pusdafil), dan ini sedang proses, mudah-mudahan 2024 bisa selesai, dan bisa nyambung dengan SLIK," ujarnya.