Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah belum lama ini meresmikan Bursa Karbon Indonesia (IDX Carbon) pada 26 September yang lalu.

Dengan adanya bursa karbon ini, Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) menungkapkan mungkin aka ada tambahan biaya yang dibebankan kepada pengusaha.

Ketua Umum APLSI, Arthur Simatupang mengatakan, secara struktur biaya memang perlu dicermati pengaruh adanya bursa karbon ini.

"Karena sebelum adanya bursa karbon ini kita juga sudah melihat adanya pajak karbon jadi ditetapkannya NEK karbon, semua kegiatan yang menghaslkan karbon jadi 1 ton CO2 ada nilainya sekarang," ujarnya dalam Energy Corner yang dikutip Rabu 4 Oktober.

Dengan adanya bursa karbon tersebut, ia mengakui sudah ada pajak karbon atau carbon tax yang bernilai Rp30.000 per ton C02.

"Dengan adanya bursa karbon, kita lihat pergerakan dari bursa tersebut kan akan terjadi likuiditas. Kita akan lihat ke depan karbon nilainya makin tinggi jadi penghasil emisi karbon akan dikenakan biaya yang lebih tinggi sementara yang berhasil menurunkan karbon akan dapat kredit," kata dia.

Dia menambahkan jika saat ini pihaknya juga masih terus mencermati aturan dalam bursa karbon.

"Tapi memang ada klausul di mana sebetulnya setiap ada peraturan perubahan, itu sebetulnya ada perlakuan pass-through. Jadi dalam hal ini tambahan biaya untuk membeli karbon tersebut, apakah akan dibebankan kepada pemilik PLTU atau apakah akan dibebankan kepada PLN, atau kepada konsumen," beber Arthur.

Dia meminta semua oihak yang terlibat dalam perdagangan karbon perlu mencermati dampak ekonomi yang timbul karena bursa karbon juga baru diterapkan belum lama ini.

Selain itu, menurut dia, biaya yang dikkeluarkan juga kemungkinan masih akan terus meningkat ke depannya.

"Inilah yang kita perlu cermati secara policy, karena ini memang baru diterapkan di Indonesia tapi ini nanti ada yang harus melakukan pembiayaan ke dalam pembukuannya ke dalam costing-nya," pungkas Arthur.