JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, perdagangan karbon, termasuk pajak karbon akan mulai diterapkan pada tahun 2025. Ini sekaligus menjadi titik terang setelah sebelumnya terus tertunda.
Menanggapi keputusan tersebut, Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Arthur Simatupang melihat kebijakan penundaan ini dimaksudkan untuk memperkuat aturan sekaligus mengharmonisasikan kebijakan guna mendukung percepatan pengembangan EBT.
"Kami dari komunitas IPP melihat kebijakan ini butuh peraturan turunan terkait sehingga saya lihat ada kebijakan pemerintah untuk perlu melakukan review dan harmonisasi beberapa peraturan sehingga semua bisa berjalan lancar," ujarnya dalam Energy Corner, Senin, 17 Oktober.
Untuk itu, dirinya sebagai salah satu pengembnang PLTU menyambut baik apa pun kebijakan pemerintah terkait rencana menurunkan emisi.
Sebab, kebijakan ini telah tertuang dalam roadmap atau peta jalan sehingga harus dilakukan harmonisasi kebijakan.
"Ada harmonisasi perpajakan dan ada Perpres mengenai ekonomi karbon dan ada Peraturan Presiden mengenai EBT dan pensiun diri PLTU, jadi saya rasa semua ini saling terkait dan memang perlu ada sinkronisasi sehingga pelaksanaan nanti berjalan baik," lanjutnya.
Sebelumnya, penerapan pajak karbon direncanakan berlaku mulai 1 April 2022 seiring terbitnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Namun, saat ini penerapannya tertunda hingga tahun 2025 mendatang.
BACA JUGA:
Asal tahu saja, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyatakan pajak karbon jika diberlakukan April 2022 lalu bakal menjadi ajang unjuk gigi Indonesia dalam pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 November mendatang di Bali yang dihadiri oleh sejumlah kepala negara dan pemerintahan.
“Pemerintah tetap menjadikan penerapan pajak karbon di 2022 sebagai penggerak kebijakan strategis yang menjadi showcase dalam pertemuan tingkat tinggi G20 nanti. Termasuk dari bagian showcase ini juga mendorong aksi mitigasi perubahan iklim lainnya, seperti energy transition mechanism yang di satu sisi adalah untuk memensiunkan secara dini PLTU batu bara serta mengakselerasi pembangkit listrik baru dan terbarukan,” kata Febrio pada 23 Juni silam.