Hilirisasi Silika untuk Kembangkan Industri Semikonduktor Bakal Ciptakan Lapangan Kerja
Ilustrasi industri (Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebut, hilirisasi komoditas silika memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai bahan baku industri semikonduktor yang memiliki prospek sebagai penghasil devisa dan pencipta lapangan kerja yang besar.

"Indonesia perlu mendorong pengembangan industri hulu dan industri antara melalui hilirisasi silika menjadi wafer silikon berbasis Solar Grade Silicon (SGS) dan Electronic Grade Silicon (EGS)," kata Staf Ahli Bidang Penguatan Kemampuan Industri Dalam Negeri Ignatius Warsito dalam keterangan tertulisnya, dikutip Senin, 18 September.

Warsito mengatakan, wafer silikon merupakan material building block bagi industri semikonduktor dan sel surya, namun saat ini industri yang mengolah silika hingga menjadi wafer silikon solar grade belum tersedia di Indonesia.

Hilirisasi silika menjadi wafer silikon diharapkan mendukung kemandirian industri photovoltaic (PV) module dan semikonduktor dalam negeri.

Untuk mencapai pengembangan hilirisasi silika menjadi wafer silikon, perlu dilakukan beberapa kegiatan penunjang, seperti penyusunan roadmap industri wafer silikon dan pembuatan pohon industri secara komprehensif.

Sementara itu, Direktur Industri Semen, Keramik, dan Pengolahan Bahan Galian Non Logam (ISKBGNL) Kemenperin Wiwik Pudjiastuti menyebut, mulai 2023 ini, Kemenperin akan menyusun Rencana Aksi Kebijakan Hilirisasi Komoditas Silika/Kuarsa, dimulai dengan penyusunan draf Roadmap Hilirisasi Silika menjadi Wafer Silikon Tahun 2025-2035 dalam Rangka Kemandirian Industri PV Module & Semikonduktor yang akan mulai disusun pada tahun ini.

Kemudian, finalisasi penyusunan Roadmap Hilirisasi Silika menjadi Wafer Silikon Tahun 2025-2035 akan mulai dilaksanakan tahun 2024, dilanjutkan dengan penyusunan peraturan Menteri Perindustrian terkait roadmap tersebut.

Wiwik mengungkapkan, berdasarkan Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) Kemenperin, saat ini tercatat ada 21 perusahaan pengolahan pasir silika dengan kapasitas terpasang 738.536 ton per tahun (tpt) dengan realisasi volume produksi dari sembilan perusahaan pada 2022 sebesar 404.755 ton.

"Dari sembilan perusahaan yang tersebar di Jawa dan Kalimantan tersebut, utilisasinya sebesar 68,48 persen. Sedangkan, untuk jenis produknya, masih diminati pasir silika, tepung silika, dan resin coated sand," ungkapnya.

Adapun berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), di Indonesia terdapat 328 perusahaan pencadangan pasir silika, 98 pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), 82 Pemegang IUP Eksplorasi dengan realisasi penambangan pasir silika pada 2021 sebesar 2,01 juta meter kubik, dan 330 juta ton total cadangan.

Lokasi potensial tambang pasir silika sendiri ada di Bangka Belitung, Kalimantan tengah, dan Kalimantan Barat, dan tidak menutup potensi-potensi di tempat lainnya.

"Sedangkan, kuarsit total sumber dayanya sebesar 297 juta ton dan lokasi utama potensi penambangannya ada di Aceh," jelas Wiwik.

Lebih lanjut, kata Wiwik, dari sisi potensi bahan baku industri PV dan semikonduktor, data BPS pada 2022 menyebutkan potensi nilai substitusi impor untuk Wafer Silikon mencapai 17,7 juta dolar AS, 120 juta dolar AS produk semi konduktor, 6,2 juta dolar AS untuk solar cell tidak dirakit, dan mencapai 65,9 juta dolar AS untuk solar cell dirakit.

"Apabila bisa disiapkan di dalam negeri, tentunya ini menjadi potensi yang sangat besar untuk Indonesia, sehingga potensi-potensi substitusi impor produk olahan silika sebagai bahan baku industri PV dan semikonduktor tersebut dapat diraih," imbuhnya.