Bagikan:

JAKARTA - Kepala BP Batam sekaligus Wali Kota Batam Muhammad Rudi mengungkapkan bahwa konflik yang terjadi di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau ini banyak ditunggangi provokator.

Sekadar informasi, situasi di Pulau Rempang sedang bergejolak seiring dengan penolakan dari warga yang terancam tergusur karena adanya pembangunan Rempang Eco City.

“Awalnya bagus-bagus saja. Tapi setelah kita mau masuk kembali, sepertinya banyak provokator dari luar. Sehingga masyarakat mulai berpikiran lain,” katanya dalam rapat dengan Komisi VI DPR, Rabu, 13 September.

Awalnya, Rudi mengatakan lahan untuk menggarap Rempang Eco City adalah seluas 17.600 hektare. Di dalam 17.600 hektare itu ada 10.028 hektare hutan lindung dan 7.572 hektare yang akan digunakan PT MEG untuk investasi pabrik Xinyi Group. Adapun pabrik yang dibangun adalah pabrik kaca dan solar panel terbesar kedua setelah China.

Rudi mengatakan BP Batam tidak menggarap seluruh lahan tersebut. Melainkan hanya 2.000 hektare untuk Xinyi Group dengan investasi lebih kurang Rp172,5 triliun ataupun dengan 11,5 miliar dolar AS.

“Jadi tidak secara keseluruhan di atas lahan 17.572 hektare diselesaikan. Tapi dalam waktu dekat 2.000 harus kami selesaikan sehingga perintah yang kepada kami agar tanggal 28 September ini yang 2.000 hektare bisa selesai,” tuturnya.

Namun, kata Rudi, untuk mengosokan 2.000 haktare ini tidak mudah. Sebab, terjadi prokontra dari masyatakat Rempang sendiri.

“Yang dari luar ini karena banyak pengusaha menguasai lahan di atas 17.600 haktare ini. Ada yang menguasai 100 hektare, ada yang 200 hektare karena statusnya hutan lindung dan HPL maka tidak akan diganti rugi, kita mau mengambil kembali,” ujarnya.

“Ini yang menjadi prokontra sehingga mereka menggunakan masyarakat yang 16 kampung di atas 17.000 hektare, tapi yang 700 (kepala keluarga yang ada) di 2.000 haktare (wilayah yang akan dibangun pabrik kaca dan solar panel oleh PT MEG dan Xinyi Group) ini yang terpengaruh saat ini,” sambungnya.

Dikutip dari laman BP Batam, Rempang Eco City merupakan salah satu proyek yang terdaftar dalam Program Strategis Nasional 2023 yang pembangunannya diatur dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 yang disahkan pada 28 Agustus.

Proyek Rempang Eco City merupakan kawasan industri, perdagangan, hingga wisata terintegrasi yang ditujukan untuk mendorong daya saing dengan Singapura dan Malaysia.

Proyek tersebut akan digarap oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) dengan target investasi mencapai Rp381 triliun pada 2080. PT MEG merupakan rekan BP Batam dan Pemkot Batam. Nantinya, perusahaan itu akan membantu pemerintah menarik investor asing dan lokal dalam pengembangan ekonomi di Pulau Rempang.

Untuk menggarap Rempang Eco City, PT MEG diberi lahan sekitar 17.000 hektare yang mencakup seluruh Pulau Rempang dan Pulau Subang Mas. Pemerintah juga menargetkan, pengembangan Rempang Eco City ini akan menyerap sekitar 306.000 tenaga kerja hingga 2080.

Namun, pembangunan proyek tersebut diprotes oleh warga Rempang dengan menghadang aparat gabungan yang akan mematok dan mengukur lahan pada Kamis 7 September.

Konflik yang diwarnai kekerasan hingga mengakibatkan korban luka-luka bahkan trauma pada anak-anak setempat dipicu oleh penolakan warga terhadap proyek yang mengharuskan sekitar 7.500 warga setempat direlokasi.