JAKARTA – Bank Dunia (World Bank) dan Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) mengeluarkan pernyataan bersama atau joint statement terkait dengan peningkatan risiko pembiayaan seiring dengan belum meredanya inflasi global.
Presiden Bank Dunia Ajay Banga menyatakan angka inflasi yang masih dalam level tinggi saat ini meningkatkan kerentanan finansial negara-negara di dunia.
“Bank Dunia dan IMF telah lama bekerja sama secara erat dalam mengatasi tantangan utang, baik dalam pekerjaan operasional di masing-masing negara maupun di tingkat global,” ujarnya tengah pekan ini.
Menurut Ajay, dalam konteks meningkatnya kerentanan utang memberikan urgensi baru untuk meningkatkan kolaborasi, membangun dan memanfaatkan bidang keahlian masing-masing.
“Kami akan meningkatkan kerja sama kami untuk membantu mencegah peningkatan kerentanan utang lebih lanjut, membantu negara-negara untuk memperkuat pengelolaan utang dan transparansi serta keuangan publik,” tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan kedua belah pihak sepakat untuk mendorong kemajuan Kerangka Kerja Keberlanjutan Utang Negara Berpenghasilan Rendah (Low Income Country Debt Sustainability Framework).
Hal tersebut dimaksudkan agar dapat memperhitungkan tantangan-tantangan yang ada saat ini dengan lebih baik.
“Kami juga akan memperdalam dukungan kami kepada kreditur dan debitur yang terlibat dalam restrukturisasi utang dan akan bekerja lebih jauh dengan mitra kami untuk meningkatkan proses restrukturisasi, termasuk di bawah Kerangka Umum, yang melanjutkan upaya yang kami luncurkan di Meja Bundar Utang Negara Global,” kata Kristalina.
BACA JUGA:
Indonesia antisipasi peningkatan bunga utang
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani sempat menyatakan bahwa tingkat inflasi, utamanya di negara maju, masih cukup tinggi dan diperkirakan bakal berlangsung dalam tempo yang cukup lama (higher for longer).
Atas proyeksi itu pemerintah disebutnya mengambil langkah antisipasi dengan memberikan ruang lebih kepada instrumen fiskal agar mampu mengatasi tekanan di masa mendatang.
Upaya ini tercermin dalam penyusunan Rancangan APBN 2024 yang kini tengah dibahas bersama DPR.
Menkeu menjelaskan, defisit anggaran tahun depan dirancang lebih kecil dibandingkan dengan tahun ini.
Dalam catatannya, pada RAPBN 2024 defisit anggaran dipatok sebesar Rp522,8 triliun.
Angka itu setara dengan 2,29 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sedangkan untuk tahun ini, defisit ditarget sebesar Rp598,2 triliun atau 2,84 persen dari PDB.
“Defisitnya dijaga agar kita mampu menghadapi dan mengantisipasi situasi yang tidak baik dari sisi global. Ini juga untuk mengantisipasi suku bunga dan inflasi global yang melonjak tinggi sehingga cost of fund (biaya dana dari pembiayaan/utang) juga tinggi,” tegas Menkeu pertengahan Agustus lalu.