Bagikan:

JAKARTA - Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyampaikan posisi cadangan devisa turun sebesar 4,2 miliar dolar AS dari 140,4 miliar dolar AS pada Maret 2024 menjadi 136,2 miliar dolar AS pada akhir April 2024.

Josua menyampaikan posisi cadangan devisa tersebut setara dengan 6,1 bulan impor atau 6,0 bulan impor termasuk pembayaran utang luar negeri pemerintah, yang secara signifikan melampaui standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Menurut Josua, penurunan yang cukup signifikan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama pembayaran utang luar negeri oleh pemerintah dan langkah-langkah stabilisasi yang diupayakan oleh Bank Indonesia (BI) untuk menstabilkan Rupiah di tengah meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global, yang bersumber dari perkembangan di AS dan Timur Tengah.

Selain itu, Josua menyampaikan indikator ekonomi AS yang dirilis di bulan April mengindikasikan tren ekonomi AS yang tetap solid, dengan meningkatnya inflasi dan menurunnya tingkat pengangguran.

"Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa the Fed akan mempertahankan suku bunga acuan untuk waktu yang lama atau lebih dikenal dengan istilah higher for longer," jelasnya dalam keterangannya, Rabu, 8 Mei.

Josua menyampaikan meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah, terutama antara Iran dan Israel, semakin memicu risk-off sentiment di pasar keuangan global.

Akibatnya, kata dia, terjadi arus modal keluar dari pasar negara berkembang seperti Indonesia, disertai dengan meningkatnya permintaan akan aset-aset safe haven.

"Sehubungan dengan meningkatnya sentimen risk-averse tersebut, pasar obligasi dan saham Indonesia mencatat net outflow," tuturnya.

Josua menyampaikan secara khusus, terdapat net outflow sebesar 1,06 miliar dolar AS dari pasar obligasi pemerintah dan net outflow sebesar 1,14 miliar dolar AS dari pasar saham.

Menurut Josua, dengan melihat bahwa risiko yang terkait dengan perkembangan global yang tidak menentu masih akan menjadi perhatian sepanjang semester I 2024.

Selain itu, sentimen risk-off yang sedang berlangsung di tengah skenario higher for longer akan terus menghambat aliran masuk dana asing ke Indonesia, sehingga mengharuskan Bank Indonesia untuk menstabilkan nilai tukar Rupiah.