Bagikan:

JAKARTA – Pemerintah yang diwakili Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani tanggapan atas pandangan fraksi-fraksi terhadap RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan (PP) APBN Tahun Anggaran 2022.

Dalam kesempatan tersebut Menkeu menyatakan APBN 2022 adalah tahun terakhir pelebaran defisit di atas 3 persen. Menurut dia, pada periode itu adalah saat-saat yang cukup berat bagi perekonomian.

“Pada saat dunia baru mulai pulih dari pandemi, kita dihadapkan oleh guncangan lain, yaitu geopolitik dalam bentuk perang Rusia-Ukraina. Ini menimbulkan kompleksitas permasalahan global karena mengganggu rantai pasok dari barang dan jasa secara signifikan,” ujarnya di gedung parlemen Senayan, Jakarta pada Selasa, 29 Agustus.

Menkeu menjelaskan kondisi tersebut menimbulkan konsekuensi lonjakan tajam harga pangan dan komoditas. Kata dia, dunia belum siap karena masih tertatih di dalam pemulihan ekonomi.

“Lonjakan harga pangan dan harga energi membuat inflasi sangat tinggi. Ini direspon dengan pengetatan moneter yang agresif yang kemudian menimbulkan goncangan di pasar keuangan global,” tuturnya.

“Itulah guncangan-guncangan yang terjadi di tahun 2022 dan bukan menjadi tahun yang biasa-biasa saja. Alhamdulilah Indonesia mampu mengatasi dengan sangat baik,” tegas Menkeu.

Bendahara negara menambahkan, dalam kondisi yang sulit perekonomian RI justru bisa tumbuh 5,3 persen atau lebih tinggi dari target 5,2 persen.

“Saat inflasi di negara maju mencapai angka terburuk dalam 40 tahun terakhir, inflasi indonesia hanya 5,5 persen. Ini angka yang sangat moderat dibandingkan mayoritas negara di dunia,” kata dia.

Mengutip siaran Kementerian Keuangan, diketahui bahwa realisasi pendapatan negara dan hibah hingga akhir Desember 2022 tercatat mencapai Rp2.626,42 triliun atau 115,90 persen terhadap target.

Kemudian realisasi belanja negara tercatat sebesar Rp3.090,75 triliun (99.5 persen dari pagu, dan mencatatkan pertumbuhan sebesar 10,90 persen year on year (yoy).

Posisi itu membuat defisit anggaran sebesar negatif Rp464,33 triliun atau sekitar negatif 2,38 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Torehan ini lebih rendah dari asumsi awal yang sebesar Rp840,2 triliun atau 4,5 persen PDB.

Sementara posisi utang pemerintah tahun lalu ditutup sebesar  Rp7.733,99 triliun atau setara dengan 39,57 perse dari PDB.