Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah diingatkan untuk mengkaji lebih luas upaya meningkatkan daya saing industri, sehingga tidak bertumpu pada satu faktor saja.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan, banyak faktor untuk meningkatkan daya saing industri Indonesia seperti perizinan, bahan baku, tenaga kerja terampil dan mesin yang kompetitif, bukan hanya pada harga gas.

"Kalau kita bicara daya saing harga gas Ini hanya salah satu faktor sebetulnya karena daya saing itu dibentuk oleh puluhan faktor," kata Komaidi dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, Selasa 8 Agustus.

Menurut Komaidi pemerintah perlu berpikir ulang dalam menetapkan upaya yang tepat dalam peningkatan daya saing industri, agar tidak hanya terfokus di dalam konteks harga gas murah. Sebab dikhawatirkan jika upaya tersebut tidak tepat sasaran akan mengorbankan iklim investasi migas menjadi kurang kondusif.

"Itu satu aspek betul bahwa kalau harga gas murah maka daya saing secara relatif katakanlah akan naik tetapi perlu dilihat daya pengungkitnya," tutur Komaidi.

Komaidi mengungkapkan, berdasarkan catatan studi Reforminer Institute upaya meningkatkan daya saing industri dengan menurunkan harga gas menjadi USD 6 per MMBTU belum berdampak, hal ini tercermin pada serapan gas oleh industri belum optimal sesuai alokasi yang ditetapkan.

"Yang perlu dilihat begitu ada beberapa hal catatan dari kami studi yang kami lakukan selama implementasi harga gas khusus paling tidak selama 3 tahun terakhir itu serapannya selalu di bawah dari alokasi," ucapnya.

Komaidi melanjutkan, pengorbanan negara atas kebijakan harga gas USD 6 per MMBTU tersebut pun cukup besar, yaitu kehilangan PNBP mencapai Rp 30 triliun dalam tiga tahun, pengorbanan tersebut pun tidak sesuai dari hasil yang didapatkan dari sektor industri.

"Sampai sejauh ini besaran yang dikorbankan oleh pemerintah dalam tanda petik karena kemudian pemerintah merelakan untuk bagian penerimaan negara dari PNBP gas berkurang itu belum sepadan dengan yang diterima dari tambahan penerimaan dari pajak dari sektor sektor industri penerima harga gas khusus tadi," tuturnya.

Sekretaris Jenderal ASPERMIGAS Elan Biantoro memandang, dalam pelaksanaan gas murah untuk industri perlu diatur secara komprehensif agar tidak hanya salah satu pihak yang diuntungkan atau dirugikan, sehingga terjadi pemerataan ekonomi.

"Itu yang agar di atur oleh pemerintah dan ini memang akan multisektoral pembahasannya dari upstream sampai ke pembeli perlu ada koordinasi yang baik yang itu semuanya adalah otoritas pemerintah yang harus mengkoordinirnya," ucapnya.

Terkait dengan perluasan sektor industri yang mendapatkan fasilitas harga gas USD 6 per MMBTU, Elan memasang rencana tersebut harus diwujudkan secara bertahap, disiapkan masa transisinya agar tidak memunculkan masalah dikemudian hari dan tercipta Multiplier effect bagi perekonomian

"Itu pasti ada masa transisi yang kita persiapkan untuk menuju ke arah apa yang diinginkan gitu bahwa harga gas murah itu bahasa murahnya ya kita itu terjangkau oleh rakyat," tutup Elan.