JAKARTA – Kementerian Keuangan menyatakan bahwa volatilitas dan tingginya harga komoditas menyebabkan tekanan inflasi global masih terbilang tinggi. Hal tersebut mendorong kenaikan suku bunga di banyak negara serta berpotensi meningkatkan cost of fund dan lebih ketatnya likuiditas global.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBN) terus dioptimalkan sebagai shock absorber untuk meredam dampak negatif yang ditimbulkan. Menurut dia, sinergi kebijakan pemerintah pusat dan daerah sangat diperlukan untuk mengoptimalkan peran APBN.
“Indonesia juga memiliki kinerja ekonomi yang relatif baik, stabil dan perform. Pada saat dunia mengalami goncangan yang luar biasa, baik dari sisi inflasi, pertumbuhan dan kemudian dihantam dengan suku bunga tinggi, kita masih bisa menjaga stabilitas,” ujarnya pada Senin, 31 Juli.
Menkeu menjelaskan, salah satu cara untuk mengendalikan inflasi yang dilakukan pemerintah adalah memberikan insentif kepada daerah yang berhasil menjaga sesuai target.
“Indonesia itu negara besar dan kita bisa mengendalikan inflasi tanpa mengandalkan suku bunga yang naik terlalu ekstrem,” tuturnya.
BACA JUGA:
Menkeu merinci, insentif fiskal yang dikucurkan atas pengendalian inflasi 2023 adalah sebesar Rp1 triliun. Adapun, ketentuannya tertuang dalam PMK 67 Tahun 2023 tentang Insentif Fiskal untuk Penghargaan Kinerja Tahun Berjalan pada Tahun Anggaran 2023. Sebagai catatan bahwa alokasi tersebut tidak dapat digunakan untuk mendanai gaji, tambahan penghasilan, dan honorarium dan perjalanan dinas
“Inflasi ini harus tetap kita jaga, karena inflasi yang rendah itu sangat berharga bagi masyarakat. Itu sangat mempengaruhi kesejahteraan mereka, mempengaruhi pencapaian mereka untuk berbagai indikator pembangunan kesejahteraan, seperti kualitas sumber daya manusia kita dan juga dari sisi meningkatkan kepastian ekonomi,” tegas dia.
Sebagai informasi, angka inflasi nasional di Juni terjaga di angka 3,52 persen atau melandai dari bulan sebelumnya yang sebesar 4,00 persen.