Bagikan:

JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa Sampai dengan akhir Juni 2023, posisi utang pemerintah berada di angka Rp7.805,19 triliun. Angka tersebut setara dengan 37,93 persen dari produk domestik bruto (PDB).

“Pemerintah melakukan pengelolaan utang secara baik dengan risiko yang terkendali, antara lain melalui komposisi yang optimal, baik terkait mata uang, suku bunga, maupun jatuh tempo,” kata Kemenkeu dalam risalah terbaru yang disiarkan hari ini, Kamis, 27 Juli.

VOI mencatat, bukuan tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan Mei 2023 yang sebesar Rp7.787,51 triliun atau setara 37,85 persen PDB.

Lebih lanjut, jumlah utang hingga semester I/2023 ini didominasi oleh penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dengan porsi 89,04 persen. Sementara sisanya sebesar 10,96 persen merupakan kewajiban yang berasal dari pinjaman keuangan.

“Rasio utang pemerintah terhadap PDB per akhir bulan Juni 2023 berada di batas aman (jauh di bawah 60 persen PDB), sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan masih sesuai dengan yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah tahun 2023-2026 di kisaran 40 persen,” ungkap Kementerian Keuangan.

Pemerintah sendiri menyatakan senantiasa melakukan pengelolaan utang secara hati-hati dengan risiko yang terkendali melalui komposisi yang optimal, baik terkait mata uang, suku bunga, maupun jatuh tempo.

Disebutkan bahwa kebijakan umum pembiayaan utang untuk mengoptimalkan sumber pembiayaan dalam negeri dan memanfaatkan utang luar negeri sebagai pelengkap, komposisi utang pemerintah didominasi oleh utang domestik yaitu 72,49 persen.

Sementara berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah mayoritas berupa SBN yang mencapai 89,04 persen. Selain itu, pemerintah mengutamakan pengadaan utang dengan tenor menengah panjang dan melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif. Per akhir Juni 2023, profil jatuh tempo utang Indonesia terbilang cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di kisaran 8 tahun.

Selanjutnya, guna meningkatkan efisiensi pengelolaan utang dalam jangka panjang, pemerintah terus berupaya mendukung terbentuknya pasar SBN domestik yang dalam, aktif, dan likuid. Salah satu strateginya adalah melalui pengembangan berbagai instrumen SBN, termasuk pula pengembangan SBN tematik berbasis lingkungan (Green Sukuk) dan SDGs (SDG Bond dan Blue Bond).

“Peranan transformasi digital dalam proses penerbitan dan penjualan SBN yang didukung dengan sistem online juga tak kalah penting, mampu membuat pengadaan utang melalui SBN menjadi semakin efektif dan efisien, serta kredibel,” tutup Kemenkeu.