Bagikan:

JAKARTA – Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menepis anggapan bahwa pemerintah membentuk satuan tugas khusus (task force) yang membidik para masyarakat kaya untuk membayar pajak.

Menurut dia, asumsi tersebut sudah melenceng dari tugas dan fungsi yang kini sedang dijalankan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

“Kalau orang kaya di task force-kan (itu tidak benar). Kami tidak menargetkan orang kaya untuk jadi target operasi,” ujarnya dalam agenda Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) di Jakarta, Rabu, 26 Juli.

Suryo meluruskan, upaya yang sekarang ditempuh adalah semata-mata untuk mengamankan penerimaan negara.

“Tapi mungkin ada orang yang kepatuhannya belum pas dengan pajak kami… Kalau berisiko tinggi maka akan menjadi prioritas dalam hal penanganan ke depan, ” tuturnya.

Anak buah Sri Mulyani itu menerangkan bahwa DJP kini tengah membangun sistem manajemen risiko (risk management). Inisiatif ini diambil guna memastikan para wajib pajak (WP) dapat memenuhi kewajibannya kepada negara. Selain itu, skema terbaru dapat mendorong efisiensi kerja di lingkungan Kementerian Keuangan.

“Sekarang (pegawai) yang ada di Direktorat Pajak sebanyak 1.600-an orang. Kalau dibandingkan dengan wajib pajak efektif kita itu ada hampir 16-an juta WP. Jadi sangat tidak mungkin bagi kami untuk marking to marking mengawasi satu wajib pajak dengan satu petugas pajak, jadi kami kembangkan alat,” katanya.

Lebih lanjut, Suryo mengatakan bahwa pemerintah juga telah menjalankan program pengampunan pajak (tax amnesty) pada 2016 guna memfasilitasi para WP untuk bisa mengungkapkan yang belum dideklarasikan.

“Ini seperti rekonsiliasi nasional untuk saling mengikhlaskan masa lalu. Kita tutup dan kita tatap ke depan supaya ada akses informasi yang lebih terbuka. Jadi apakah kami ada rekening koran bapak dan ibu sekalian? Kami punya. Sejak kapan? Sejak tahun 2017 dan 2018 sudah kami dapatkan,” katanya.

“Ini bukan untuk menakut-nakuti, tetapi supaya kita bisa bicara transparansi,” tegas Suryo.