Bagikan:

JAKARTA - Penanganan food loss and waste atau penyusutan dan pemborosan pangan menjadi isu yang sedang disoroti dunia, tak terkecuali Indonesia. Pasalnya, food loss and waste mengakibatkan kerugian secara ekonomi dan juga berdampak pada keberlanjutan lingkungan hidup.

Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengungkap betapa besarnya perilaku pemborosan makanan di Indonesia. Kata Arief, Indonesia menghasilkan 23-48 juta ton sampah makanan per tahun. Makanan di sini adalah makanan yang tidak dimakan karena kelebihan pasokan.

Adapun angka tersebut berdasarkan studi yang dilakukan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pada kurun waktu tahun 2000-2019.

“Jumlah sampah makanan tersebut sepatutnya dapat menghidupi 61-125 juta orang atau sama dengan 29-47 persen populasi rakyat Indonesia. Sedangkan secara ekonomi, food loss and waste telah mengakibatkan kerugian sekitar Rp 551 triliun atau setara dengan 36,6 milliar dolar AS,” katanya dalam keterangan resmi, Kamis, 27 Juli.

Hal ini disampaikan Arief dalam acara Leadership Dialog pada forum United Nation Food Systems Summit (UNFSS) +2 Stocktacking Moment di Roma, Italia, Rabu, 26 Juli.

Pada kesempatan itu, Arief mengatakan Indonesia menaruh perhatian serius terhadap penanganan food loss and waste mengingat hal ini menjadi isu global dan tidak hanya berdampak pada ketahanan pangan, tapi juga memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan hidup.

Karena itu, kata Arief, sangat penting bagi setiap negara untuk mencegah dan mengurangi food loss and waste. Sekitar 14 persen dari total produksi pangan global mengalami penyusutan (food loss), dan 17 persen pangan terbuang percuma karena perilaku boros pangan (food waste).

“Karena itu kita memerlukan kolaborasi global dalam upaya menekan food loss and waste mengingat dampaknya terhadap ketahanan pangan dan gizi,” ujarnya.

Berdasarkan mata rantai produksi pangan, kata Arief, poin terbesar yang berpengaruh dalam food loss and waste terjadi pada tahap konsumsi. Hal ini menjadi acuan pemerintah dalam merumuskan kebijakan pemerintah dalam menangani food loss and waste secara efektif.

“Dalam menghadapi isu food loss and waste, Indonesia telah mengidentifikasi beberapa kebijakan, antara lain dengan mengubah perilaku, peningkatan support system, penguatan regulasi, optimalisasi pendanaan, pemanfaatan food loss and waste, pengembangan kajian, serta pendataan food loss and waste,” katanya.

Pada kesempatan tersebut, Arief pun memaparkan sejumlah strategi mencegah food loss and waste antara lain dengan membuat platform dan berkolaborasi lintas sektor yang melibatkan tiga kelompok pelaku.

Kelompok pertama adalah penyedia makanan atau donator yang meliputi restoran, hotel dan retail dan penjual makanan lainnya. Kelompok kedua adalah organisasi sosial yang menjadi food hub yang bertugas dalam menghubungkan penyedia atau donormakanan dengan kelompok penerima, seperti FoodBank of Indonesia, Yayasan Surplus, Badan Amil Zakat Nasional, dan lain-lain.

Sedangkan, kelompok terakhir adalah kelompok penerima manfaat yang tengah menghadapi masalah kekurangan pangan di antaranya anak-anak, lansia, panti asuhan dan pihak-pihak yang membutuhkan.

Arief mengatakan Pemerintah Indonesia juga menyediakan dan memfasilitasi kendaraan logistik pangan untuk pendistribusian pangan berlebih dari pendonor ke penerima manfaat. Tidak kurang dari 27 ton pangan berlebih telah didistribusikan kepada kelompok penerima manfaat di Jakarta sepanjang Desember 2022-Februari 2023.

“Ini tentunya akan kita perluas ke berbagai wilayah sehingga gerakan ini terus bergulir dan berdampak positif pada ketahanan pangan kita,” ujar Arief.

Selain itu, pemerintah melalui NFA juga mendorong gerakan nasional yang disebut “Stop Boros Pangan atau Stop Food Waste” untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang food loss and waste. Hal ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo agar mewaspadai ancaman krisis pangan salah satunya dengan menekan food loss and waste.

“Harapannya dengan mempromosikan kampanye ini, sosialisasi dan iklan kepada masyarakat untuk mencegah dan mengurangi pemborosan makanan, baik di tingkat nasional maupun provinsi dan kabupaten,” jelasnya.