Hingga Akhir 2022, 6.872 Ha Permukiman Kumuh di Indonesia Berhasil Dipercantik
Ilustrasi permukiman kumuh. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya terus berupaya melakukan peningkatan kualitas permukiman kumuh di seluruh Indonesia melalui Program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU).

Melalui program tersebut, Kementerian PUPR akan melakukan penataan infrastruktur dasar permukiman dan fasilitas-fasilitas yang mendukung produktifitas masyarakat.

Hal itu juga sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang menargetkan berkurangnya kawasan kumuh hingga 0 persen.

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, Program KOTAKU merupakan wujud kolaborasi antara Kementerian PUPR, pemerintah daerah dan stakeholders terkait dalam mendorong dan memberdayakan masyarakat sebagai pelaku pembangunan.

Masyarakat terlibat penuh mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan dan pengawasannya.

Skema pemberdayaan ini umumnya diterapkan pada infrastruktur berskala kecil atau pekerjaan sederhana yang tidak membutuhkan teknologi.

"Penataan kawasan kumuh seperti ini bukan hanya dilakukan pada permukiman di bantaran sungai, melainkan juga di tempat lain, seperti permukiman di dekat tempat pembuangan sampah ataupun kampung padat penduduk di perkotaan," kata Menteri Basuki dalam keterangan tertulisnya, dikutip Selasa, 25 Juli.

Sementara itu, Direktur Pengembangan Kawasan Permukiman Direktorat Jenderal Cipta Karya J Wahyu Kusumosusanto menambahkan, Program KOTAKU memperbaiki akses infrastruktur dan pelayanan perkotaan di permukiman kumuh melalui rekonstruksi dan penguatan fasilitas publik untuk mendukung terwujudnya permukiman perkotaan yang layak huni, produktif dan berkelanjutan, tidak hanya meliputi kegiatan berbasis masyarakat, tetapi juga infrastruktur yang skala kawasan.

"Dukungan infrastruktur dan layanan investasinya terbagi menjadi skala kawasan dan skala lingkungan. Meliputi dukungan pembangunan jaringan jalan, jaringan pengelolaan air limbah, jaringan drainase, jaringan pengelolaan sampah, jaringan perpipaan air minum, dan jaringan penanganan kebakaran," ujar Wahyu.

Dia menuturkan, berdasarkan target RPJMN 2015-2019, capaian pengurangan kawasan kumuh seluas 32.221 hektare (Ha) atau 84 persen dari target seluas 38.431 Ha.

Sisanya, seluas 6.209 Ha atau sebanyak 16 persen belum tertangani dikarenakan beberapa hal, seperti kawasan kumuh berada di lokasi ilegal, memerlukan pola penanganan yang lebih kompleks, dan memerlukan safeguard sosial sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama.

"Selain kami berkontribusi pada RPJMN 2015-2019, berdasarkan target RPJMN 2020-2024, pengurangan kawasan kumuh hingga akhir 2022 telah mencapai 6.872 Ha atau 69 persen dari target seluas 10.000 Ha. Sehingga, untuk mencapai target tersebut masih terdapat gap seluas 3.128 Ha atau 31 persen hingga akhir 2024," tutur dia.

Untuk investasi kegiatan sebanyak 91 kegiatan skala kawasan dan 61.921 kegiatan skala lingkungan tersebut telah dilakukan serah terima ke pemerintah daerah dan masyarakat yang tersebar di 11.332 kelurahan/desa di 330 kabupaten/kota di 34 provinsi Indonesia.

Beberapa kegiatan juga telah dikembangkan menjadi destinasi pariwisata yang berdampak langsung terhadap peningkatan perekonomian masyarakat setempat.

Dalam keberlanjutan penanganan kawasan kumuh ini, peran pemerintah daerah sebagai nakhoda, serta kolaborator dengan para stakeholder menjadi sangat penting.

Kemudian, terintegrasi dengan sistem rencana pembangunan kota dan dilaksanakan secara kolaboratif dengan melibatkan partisipasi masyarakat.

"Sehingga, harapannya dapat terwujud permukiman perkotaan yang layak huni, produktif, dan berkelanjutan," pungkas Wahyu.