Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum Paguyuban Pengusaha Pertashop Jateng-DIY Gunadi Broto Sudarmo meminta pemerintah segera meresmikan revisi Perpres 191 tahun 2014 agar pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dapat segera terlaksana.

Menurutnya, dengan peresmian perpres ini dapat menekan jumlah pengecer yang menjual BBM subsidi secara ilegal.

"Dengan disparitas harga, dengan permohonan kami untuk evaluasi atau monitoring mengenai penyaluran pertalite di pengecer, tolong segera sahkan revisi Perpres 191/2014 karena sampai sekarang belum ada ketentuan mengenai Pertalite ini secara detail," ujar Broto dalam Audiensi dengan Komisi VII, Senin 10 Juli.

Broto menambahkan, maraknya pertamini yang bermunculan menyebabkan pengusaha Pertashop mengalami kerugian besar.

Berbeda dengan solar, BBM jenis pertalite hingga saat ini belum memiliki kriteria pembeli yang berhak mengkonsumsi BBM bersubsidi ini sehingga masih banyak oramg yang tidak berhak masih bebas mengkonsumsi pertalite.

"Masih banyak yang sebenernya tidak menggunakan Pertalite seperti plat merah, BUMN, BUMD, TNI/Polro, tapi tenyata masih ditemukan menggunakan bbm jenis pertalite," beber Broto.

Selain menjamurnya pertamini, faktor lain yang menyebabkan Pertashop mengalami kerugian adalah disparitas harga yang tinggi antara BBM bersubsidi dan nonsubsidi sehingga banyak yang beralih menggunakan Pertalite.

Harga minyak yang makin melambung menyebabkan pemerintah juga menaikkan harga BBM jenis Pertamax dan Dexlite.

Ia menceritakan, sejak Januari hingga Maret 2022, berasarkan sample yang diambil dari salah satu Pertashop, hanya berhasil menjual 34.000 hingga 38.000 liter dalam satu bulan.

Padahal, lanjutnya, Pertamax masih dibanderol Rp9.000 per liter.

"Namun setelah terjadnya disparitas harga Pertamax dan Pertalite, mulai April omzet turun drastis. Di harga Rp12.500, 16,000 liter per bulan, berlanjut ada fluktuasi harga sampe Rp14500 per liter, ada yang Rp13.900. Dan sampai sekarang di harga Rp12.500 itupun omzet pertashop belum bisa kembali seperti di saat harga Pertamax Rp9.000 dan Pertalite Rp6.750," beber Gunadi.

Dengan adanya disparitas harga ini, lanjut Gunadi, omzet pengusaha pun mengalami penurunan drastis hingga 90 persen.

"Pengusaha tidak mengalami keuntungan sama sekali," ujarnya.

Dari 448 Pertashop, 201 di antaranya mengalami kerugian dan terancam tutup serta asetnya disita karena tidak sanggup untuk membayar angsuran bulanan ke bank yang bersangkutan.