Bagikan:

JAKARTA - Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai. konsep bisnis untuk Pertashop masih perlu ditata ulang.

Menurutnya, kebijakan untuk Pertashop yang hanya diperbolehkan menjual BBM RON tinggi pada dasarnya tidak sesuai dengan segmen pasar yang menjadi target.

"Pertashop didesain dan ditujukan untuk memperluas akses BBM kepada wilayah-wilayah yang belum terjangkau SPBU," ujar Komaidi dalam keterangannya kepada media, Rabu 12 Juli.

Karena itu, lanjut Komaidi, Pertashop umumnya lebih banyak tersebar di wilayah pedesaan dan pinggiran kota yang notabene dengan profil masyarakat berpendapatan lebih rendah dibandingkan masyarakat di perkotaan.

Kemudian, ketika Pertashop hanya diperbolehkan menjual BBM RON tinggi.

Sementara di SPBU tersedia BBM RON yang lebih rendah, maka masyarakat yang menjadi target pasar berpotensi membeli BBM RON lebih rendah dengan harga yang lebih murah di SPBU.

"Kehadiran Pertabotol (penjual BBM eceran) dan Pertamini di wilayah dan bahkan tidak jauh dari lokasi Pertashop menjadi penyebab utama banyaknya Pertashop yang mengalami kerugian," lanjut Komaidi.

Komaidi bilang, hal itu dikarenakan Pertabotol dan Pertamini dapat menjual BBM RON lebih rendah yang tidak dapat dilakukan oleh Pertashop.

Dia menambahkan, margin usaha niaga BBM seperti Pertashop pada umumnya telah ditetapkan dalam nilai tertentu untuk setiap liternya, karena itu keberlangsungan bisnis niaga BBM termasuk bisnis Pertashop akan ditentukan oleh besaran volume penjualan yang dapat dilakukan.

"Kebijakan yang hanya membolehkan Pertashop menjual BBM RON tinggi, sementara kegiatan usaha "Pertabotol" dan Pertamini tidak ditertibkan akan berdampak terhadap target minimal penjualan Pertashop tidak tercapai. Akibatnya, biaya operasional tidak dapat tertutup dan kemudian merugi," beber Komaidi.

Komaidi juga meminta pemerintah untuk menata kembali konsep bisnis Pertashop agar tidak merugikan para pihak, terutama pelaku bisnis.

"Jangan sampai tujuan memperluas akses BBM yang pada dasarnya sangat bagus karena dapat menjadi katalis pertumbuhan ekonomi nasional justru menjadi kontraproduktif dan beban bagi pelaku bisnis yang telah berinvestasi di bisnis Pertashop," pungkas Komaidi.

Sebelumnya, dalam audiensi dengan Komisi VII DPR RI, Ketua Umum Paguyuban Pengusaha Pertashop Jawa Tengah-Daerah Istimewa Yogyakarta (Jateng-DIY) Gunadi Broto Sudarmo mengeluhkan soal kerugian yang dialami para pemilik dan pengusaha Pertashop.

Berdasarkan data yang dimiliki, dari 448 Pertashop, 201 di antaranya mengalami kerugian dan terancam tutup serta asetnya disita karena tidak sanggup untuk membayar angsuran bulanan ke bank yang bersangkutan.

Dia memaparkan, pada akhir tahun 2022 jumlah Pertashop dengan penjualan kurang dari 200 liter per hari mencapai 47 persen dan mengalami kerugian.

Gunadi menjelaskan, jika penjualan hanya mencapai 200 liter per hari maka per bulan satu Pertashop hanya mampu menjual 6.000 liter.

"Dengan margin Rp850, laba kotor Pertashop hanya Rp5,1 juta, sedangkan ada kebutuhan gaji operator Rp4 juta untuk dua orang, iuran BPJS, dan lain sebagainya," ujar Gunadi.