Pastikan Beri Denda Keterlambatan Pembangunan Smelter, Menteri ESDM: Sudah Ada Formulanya
Presiden Joko Widodo menyaksikan proyek pembangunan pabrik foil tembaga milik PT Hailiang Nova Material Indonesia yang didirikan di Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur, Selasa, 20 Juni 2023. (Dok. ESDM)

Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan akan memberikan denda administratif atas keterlambatan pembangunan fasilitas pemurnian mineral logam dalam negeri kepada 5 perusahaan yang mendapat relaksasi ekspor.

Lima perusahaan tersebut terdiri dari PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara untuk komoditas tembaga, PT Sebuku Iron Lateritic Ores untuk komoditas besi, dan dua smelter milik PT Kapuas Prima Coal, yakni PT Kapuas Prima Cita untuk timbal dan PT Kobar Lamandau Mineral untuk seng.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan jika pihaknya tengah menyusun formula dan besaran denda yang diberikan kepada perusahaan pemurnian.

"Lagi disusun tuh. Sudah ada formulanya," ujar Arifin yang dikutip Sabtu 24 Juni.

Nantinya kelima perusahaan tersebut diharuskan membayarkan denda paling lambat 60 hari sejak Keputusan Menteri ESDM Nomor 89 Tahun 2023 berlaku mulai 16 Mei 2023.

Arifin menjelaskan jika pengenaan denda administratif ini didasarkan atas keterlambatan pembangunan smelter sebesar 20 persen dari nilai kumulatif penjualan ke luar negeri untuk setiap periode keterlambatan.

"Ada formulanya kemudian nanti kita akan sampaikan," ujar Arifin.

Sebelumnya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI Arifin menjelaskan, pemberian sanksi keterlambatan fasilitas pemurnian mengacu Keputusan Menteri ESDM Nomor 89 Tahun 2023 tentang Pedoman Pengenaan Denda Administratif Keterlambatan Pembangunan Fasilitas Pemurnian Mineral Logam di Dalam Negeri.

"Sanksi Pertama, penempatan jaminan kesungguhan 5 persen dari total penjualan pada periode 16 Oktober 2019 sampai 11 Januari 2022 dalam bentuk rekening bersama (Escrow account)," beber Arifin.

Kemudian kedua, pengenaan denda administratif atas keterlambatan fasilitas pemurnian sebesar 20 persen dari nilai kumulatif penjualan ke luar negeri untuk setiap periode keterlambatan dengan mempertimbangkan dampak pandemi COVID-19.

Ketiga, pemegang IUP atau IUPK yang melakukan ekspor periode perpanjangan akan dikenakan denda yang diatur lebih lanjut oleh Kementerian Keuangan.

Berikut, denda administratif memperhitungkan kegiatan terdampak pandemi berdasarkan laporan Verifikator Independen, dengan rumusan sebagai berikut:

Denda = ((90 persen - A - B)/90 persen) x 20 persen x C

A = persentase capaian kumulatif kemajuan fisik sesuai verifikasi

B = total bobot yang terdampak Covid-19 sesuai hasil verifikasi

C = nilai kumulatif penjualan ke luar negeri selama periode pembangunan.