JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menurunkan opini Laporan Keuangan (LK) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tahun 2023 menjadi Wajar Dengan Pengecualian dari sebelumnya memperoleh Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pada tahun 2022.
Hal ini disampaikan Anggota IV BPK Haerul Saleh saat memberikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas LK Kementerian ESDM tahun 2023 kepada Menteri ESDM Arifin Tasrif di Kantor Pusat BPK.
“Penurunan opini ini disebabkan oleh beberapa permasalahan material yang perlu menjadi perhatian Kementerian ESDM, di antaranya adalah kelemahan pengendalian intern dalam pengelolaan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pada aplikasi e-PNBP. Hal ini mengakibatkan perhitungan dan penetapan besaran nilai PNBP yang tidak akurat dan handal, serta potensi kebocoran PNBP,” ujar Haerul mengutip Antara.
Permasalahan lainnya adalah hak pemerintah dari denda pelanggaran kekurangan/keterlambatan pemenuhan pasokan batu bara dalam negeri yang belum diklarifikasi dan ditetapkan potensi PNBP dari denda administratif keterlambatan pembangunan fasilitas pemurnian mineral logam (smelter) minimal sebesar 129,52 juta dolar Amerika Serikat (AS) yang belum ditagihkan.
Atas permasalahan tersebut, BPK menekankan jajaran Kementerian ESDM untuk melakukan langkah-langkah perbaikan, antara lain melakukan perbaikan regulasi dan kelemahan pengendalian pada aplikasi e-PNBP secara tuntas, lalu meninjau ulang regulasi terkait pemenuhan, pengenaan sanksi administratif, denda, dan dana kompensasi pemenuhan kebutuhan batu bara dalam negeri.
Kemudian juga menghitung, menetapkan, dan menagihkan denda administratif keterlambatan pembangunan fasilitas pemurnian mineral logam.
BACA JUGA:
Kendati opini atas LK Kementerian ESDM tahun 2023 mengalami penurunan, lanjutnya, BPK mengapresiasi Kementerian ESDM atas berbagai upaya perbaikan yang telah dilaksanakan dalam rangka meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara.
Pihaknya mengharapkan, Kementerian ESDM dapat melakukan langkah-langkah korektif untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan negara di masa depan.
Dalam kesempatan tersebut, Anggota IV BPK menegaskan opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai kewajaran LK, bukan merupakan jaminan tidak adanya fraud/kecurangan yang ditemui dalam pemeriksaan atau kemungkinan timbulnya fraud di kemudian hari.
"Meski demikian, jika pemeriksa menemukan adanya penyimpangan, kecurangan atau pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, khususnya yang berdampak pada adanya potensi dan indikasi kerugian negara, hal ini harus diungkap dalam LHP BPK. Jika nilainya memenuhi batas materialitas tertentu, dapat memengaruhi opini terhadap laporan keuangan secara keseluruhan," ungkap dia.