Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR sekaligus Ketua Kaukus Ekonomi Hijau DPR, Mercy Chriesty Barends, menyatakan dukungannya terhadap implementasi pembiayaan campuran (blended finance) yang diatur oleh Kementerian Keuangan guna mempercepat transisi energi bersih.

"Sinyal yang paling kuat datang dari Kemenkeu, dan yang kami dukung adalah percepatan implementasi mekanisme transisi energi melalui blended finance," ujarnya saat menjadi pembicara dalam acara Indonesia Net-Zero Summit (INZS) 2023 yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta, Sabtu.

Blended finance adalah skema pembiayaan yang menggabungkan beberapa sumber, seperti anggaran pemerintah, swasta, dan donor.

Dikutip dari ANTARA, Sabtu, 24 Juni, Mercy menilai blended finance yang diatur oleh Kemenkeu merupakan salah satu cara efisien untuk mempercepat transisi energi di Indonesia tanpa harus bergantung sepenuhnya pada APBN.

Saat ini, pemerintah memiliki tiga platform blended finance yang sedang berjalan. Pertama, SDG Indonesia One, yang merupakan platform keuangan campuran yang dikelola oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) untuk membiayai SDGs dari berbagai sumber, seperti donor internasional, lembaga keuangan iklim, investor hijau, bank umum, dan bank pembangunan multilateral (MDB).

Kedua, melalui kemitraan antara pemerintah dan swasta (public private partnership/PPP), yang digunakan untuk pembiayaan proyek infrastruktur tertentu.

Ketiga, sukuk atau obligasi hijau, yang merupakan instrumen pembiayaan inovatif untuk mendukung kebijakan fiskal ekspansif dan infrastruktur hijau di Indonesia.

Lebih lanjut, untuk mempercepat proses transisi energi, Mercy mengungkapkan bahwa pihaknya saat ini sedang menunggu Kementerian ESDM dan PT PLN (Persero) untuk mengeluarkan Peta Jalan (Roadmap) Transisi Energi Tahun 2045, 2050, dan 2060 guna memperjelas perkiraan anggaran yang dibutuhkan.

Ia memproyeksikan bahwa anggaran yang diperlukan akan mencapai hampir Rp4 ribu triliun.

"Anggarannya sangat besar, hampir mencapai Rp4 ribu triliun. Jika kita membaginya hingga tahun 2030, sekitar Rp300-Rp400 triliun diperlukan untuk menyelesaikan masalah ini," pungkasnya.

INZS 2023 adalah konferensi iklim tahunan yang diselenggarakan oleh FPCI sebagai forum pertemuan bagi menteri, pejabat, diplomat, pemuda, masyarakat sipil, musisi, selebriti, dan berbagai kalangan lainnya untuk membahas isu-isu iklim, terutama di Indonesia.