Aliran Dana Asing Mengalir Deras ke RI jika AS Gagal Bayar Utang
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) angkat bicara perihal potensi gagal bayar Amerika Serikat (AS) terhadap utang-utangnya pada Juni mendatang.

Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, ancaman yang dihadapi oleh negara adidaya itu timbul akibat proses politik yang terjadi di dalam negeri.

Perry yakin, AS masih memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban utang-utangnya karena tercatat sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia.

“Sejarah mengatakan bahwa akan terjadi kompromi antara pemerintah dengan DPR-nya Amerika. Tapi apakah kompromi debt ceiling (pagu utang) ini dengan penurunan bujet tax expenditure (belanja perpajakan)? Ini yang masih kami pelajari dan lihat,” ujarnya saat menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Kamis, 25 Mei.

Perry menjelaskan, ketidakpastian yang berlajut di AS tersebut sebenarnya membawa berkah tersendiri bagi Indonesia dan negara berkembang lain.

Pasalnya, investor mulai memarkirkan dananya di-emerging countries menghindari risiko yang terjadi di Amerika.

“Di tengah ketidakpastian pasar keuangan global tersebut, aliran masuk modal asing ke negara berkembang berlanjut seiring dengan kondisi dan prospek perekonomiannya yang lebih baik,” tegas dia.

Perry mengungkapkan, aliran masuk modal asing di pasar keuangan domestik berlanjut pada triwulan II 2023.

Indikasi itu tercermin dari investasi portofolio yang hingga 23 Mei 2023 mencatat net inflows sebesar 1,0 miliar dolar AS.

“Neraca transaksi modal dan finansial diperkirakan mencatat surplus didukung oleh aliran masuk modal asing dalam bentuk Penanaman Modal Asing (PMA) dan investasi portofolio,” tuturnya.

Sebagai informasi, Menteri Keuangan AS Janet Yellen sempat mengeluarkan pernyataan bahwa negaranya berpotensi mengalami gagal bayar (default) atas utang sebesar 31,4 triliun dolar AS.

Informasi itu dia sampaikan kepada ketua parlemen di awal bulan ini.

Menurut Yellen, jika kongres tidak menyetujui usulan kebijakan fiskal strategis yang disodorkan pemerintah maka ada potensi default akan benar-benar terjadi pada 1 Juni mendatang