Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) memproyeksikan ekonomi Indonesia sebagai salah satu yang paling solid di tengah perlambatan global.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu yang tengah mengikuti agenda IMF-World Bank Spring Meetings 2023 di Washington DC, Amerika Serikat pekan ini.

Disebutkan bahwa IMF merevisi ke atas pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk 2023 dari 4,8 persen menjadi 5,0 persen. Sinyal positif ini berlanjut dengan perkiraan 5,1 pesen untuk 2024.

“Kenaikan proyeksi pertumbuhan ekonomi oleh IMF ini menunjukkan bahwa Indonesia masih menjadi salah satu bright spot di tengah situasi global yang penuh ketidakpastian,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada Jumat, 14 April.

Menurut Febrio, perekonomian Indonesia terus menunjukkan resiliensi dan penguatan dengan PMI Manufaktur konsisten di jalur ekspansif selama 19 bulan berturut-turut. Kondisi ini kontras jika dibandingkan PMI Manufaktur global yang masih di zona kontraktif.

Lalu, Febrio menyebut indeks penjualan ritel dan keyakinan konsumen masih tinggi, dengan inflasi yang relatif moderat di tingkat 5 persenan

“Hal itu turut ditopang neraca perdagangan yang membukukan surplus dalam 35 bulan berturut-turut. Sejalan dengan perputaran roda ekonomi yang positif, penerimaan negara tumbuh baik dibarengi dengan belanja negara yang lebih berkualitas,” tuturnya.

Febrio menambahkan, pemerintah tetap menjaga harga kebutuhan pokok tetap stabil demi menjaga momentum pemulihan ekonomi dan daya beli masyarakat.

Sebagai informasi, IMF memperkirakan perekonomian global melambat dari 3,4 persen pada 2022 menjadi 2,8 persen di 2023. Kemudian, membaik ke level 3,0 persen pada 2024.

Momentum penguatan pemulihan yang sempat terjadi di awal tahun, kini meredup seiring terjadinya gejolak sektor keuangan di Amerika Serikat dan Eropa serta tekanan inflasi yang persisten tinggi. Adapun, proyeksi inflasi global 2023-2024 naik menjadi 7,0 persen dan 4,9 persen.

“Kegagalan sistem perbankan AS dan Eropa menambah ketidakpastian terhadap outlook kedua kawasan yang sudah mendapat tekanan berat dari inflasi dan pengetatan moneter yang agresif,” tegas dia.

Sementara itu, India diproyeksikan tumbuh 5,9 persen (2023) dan 6,3 persen (2024), serta Tiongkok diproyeksikan tumbuh 5,2 persen (2023) dan 4,5 persen (2024).

“Ke depan, IMF melihat berbagai risiko perekonomian global masih dominan dengan potensi hard landing jika risiko semakin eskalatif. Risiko utama berasal dari tekanan sektor keuangan, tekanan utang, eskalasi perang di Ukraina yang dapat memicu kenaikan harga komoditas, tingkat inflasi inti yang persisten tinggi, serta fragmentasi geoekonomi,” katanya.

“Ke depan, pemerintah Indonesia akan terus menjalankan kebijakan yang antisipatif dalam menghadapi turbulensi perekonomian global dengan tetap mengawal rencana pembangunan jangka menengah-panjang antara lain melalui melalui reformasi struktural,” tutup Febrio.