JAKARTA - Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) berkomitmen mendukung peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, terutama di sektor ketenaganukliran. Komitmen ini diwujudkan dengan dikeluarkannya kebijakan layanan konsultasi perizinan (pre-licensing) untuk pembangunan PLTN.
Plt Kepala Bapeten Sugeng Sumbarjo mengatakan, kebijakan pre-licensing ini memberikan kesempatan kepada pelaku usaha ketenaganukliran untuk melakukan konsultasi dengan Bapeten terkait aspek 3S (Safety – Keselamatan; Security – Keamanan; dan Safeguards – Garda Aman), sebelum nantinya pelaku usaha ketenaganukliran mengajukan permohonan izin ke Bapeten.
"Diharapkan melalui proses konsultasi ini, calon pelaku usaha ketenaganukliran bisa mempersiapkan dokumen persyaratan izin sesuai dengan regulasi yang diterbitkan Bapeten sehingga proses perizinan berjalan dengan cepat, tentu saja tanpa mengorbankan pemenuhan aspek 3S tersebut di atas," ujarnya kepada media yang dikutip Rabu 29 Maret.
Dirinya menambahkan, di penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko sektor ketenaganukliran, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) menggunakan KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) KBLI 43294, dan untuk penelitian dan pengembangan ketenaganukliran menggunakan KBLI 72107.
Saat ini terdapat beberapa pelaku usaha yang berminat untuk berinvestasi di kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kedua KBLI tersebut.
"Salah satu pelaku usaha yang telah memulai studi teknis dan studi ekonomi, serta menyatakan minatnya secara serius untuk berinvestasi dengan membangun PLTN pertama di Indonesia adalah PT. ThorCon Power Indonesia (PT TPI)," lanjutnya.
BACA JUGA:
Dirinya memaparkan, pada bulan Desember 2022, PT TPI menyampaikan permohonan ke BAPETEN untuk dapat melaksanakan kegiatan konsultasi pembangunan dan pengoperasian PLTN tipe TMSR500 dan fasilitas lainnya.
"Bapeten menyambut baik permohonan ini dan didokumentasikan dalam Perencanaan Konsultasi 3S," imbuh Sugeng.
Adapun Kegiatan Konsultasi 3S ini mencakup antara lain:
1. Konsultasi dokumen masterplan yang disesuaikan dengan tahapan proses perizinan;
2. Konsultasi peta jalan terkait purwarupa TMSR500 dan fasilitas Non-fission Test Platform (NTP);
3. Konsultasi dokumen persyaratan baik teknis maupun nonteknis terkait perizinan purwarupa TMSR500 dan fasilitas Non-fission Test Platform (NTP); dan
4. Konsultasi persetujuan desain (design approval) TMSR500.