JAKARTA - Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman Hutajulu mengungkapkan pemerintah memiliki komitmen yang sangat kuat untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), yang dibuktikan dalam dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (E-NDC) dimana pada tahun 2030.
"Target pengurangan emisi GRK sektor energi pada tahun 2030 yaitu sebesar 358 juta ton CO2 dengan kemampuan sendiri dan 446 juta ton CO2 dengan bantuan internasional dari skenario business as usual," jelas Jisman kepada media yang dikutip Jumat, 24 Maret.
Untuk mewujudkan komitmen pengurangan emisi GRK, Jisman menyebutkan bahwa Kementerian ESDM telah berkolaborasi dengan Kementerian dan Lembaga lain, serta stakeholder terkait untuk melakukan pemodelan guna menghasilkan peta jalan transisi energi, yang berisikan target dan milestone yang akan ditempuh Indonesia dari sisi supply dan demand energi untuk menuju Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat.
"Berdasarkan peta jalan tersebut, emisi GRK sektor energi diproyeksikan akan turun sebesar 93 persen dari skenario business as usual, dimana sisa emisi yang dihasilkan adalah sebesar 129,4 juta ton CO2 di tahun 2060," imbuh Jisman.
Untuk itu, sambung Jisman, diperlukan beberapa strategi untuk mengakselerasi dalam mengurangi emisi GRK sektor energi. Pertama, mempercepat pembangunan pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) dan interkoneksi melalui supergrid.
"Pada peta jalan transisi energi, proyeksi kebutuhan listrik Indonesia pada tahun 2060 akan mencapai 1.942 Tera Watt Hour (TWh) dan konsumsi listrik per kapita sebesar 5.862 KWh. Listrik tersebut akan dihasilkan 100 persen dari EBT dengan total kapasitas sekitar 708 Giga Watt (GW) pada tahun 2060," jelas Jisman.
Strategi selanjutnya adalah dengan moratorium Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) serta mempensiunkan secara dini PLTU yang sudah ada. Kemudian, menerapkan prinsip-prinsip efisiensi energi secara masif.
BACA JUGA:
Strategi keempat adalah dengan mendorong penggunaan kendaraan listrik serta kompor induksi secara massal. Terakhir, yaitu dengan pengembangan smart grid untuk mengatasi intermittency pada variable renewable energy.
Meski demikian, sambung Jisman, untuk mengurangi GRK di sektor energi bukanlah perkara mudah, karena banyak tantangan yang dihadapi, seperti pendanaan proyek infrastruktur, perluasan dekarbonisasi, pengembangan teknologi, hingga pengembangan kapasitas dari sumber daya manusia.
"Untuk itulah kami berharap dari pertemuan yang diselenggarakan MKI ini bisa menghasilkan dan memberikan suatu rekomendasi kepada pemerintah dalam mengurangi GRK dan mencapai NZE, khususnya di sektor ketenagalistrikan," pungkas Jisman.