JAKARTA - Tudingan pemalsuan surat-surat dan akta pendirian koperasi yang dilakukan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya dibantah pihak Henry Surya. Begitu Pula dengan tudingan melakukan skema Ponzi dalam menjalankan bisnis KSP Indosurya yang disematkan kepada pendiri KSP Indosurya, adalah hal yang tak beralasan.
Kuasa Hukum Koperasi Simpan Pinjam atau KSP Indosurya Soesilo Aribowo menuturkan, beragam tudingan terhadap kliennya, dalam perkara pidana baru yang disangkakan, adalah janggal dan nebis in idem atau sama dengan perkara pidana sebelumnya.
Dia juga mengatakan selama beroperasinya KSP Indosurya, jelas banyak anggota yang menerima manfaat. Pihaknya selaku penasehat hukum juga menyayangkan, banyak suara dan pendapat di ruang publik yang menuding kliennya, tanpa disertai data dan pemahaman mengenai kasus posisi perkara.
"Terlebih KSP Indosurya Cipta yang telah didirikan akhir tahun 2012 dan mengalami gagal bayar pada tahun 2020, notabene berjalan selama 8 tahun, dan tidak menafikan adanya anggota koperasi yang mendapat keuntungan. Sehingga rasanya kurang tepat kalau diterapkan skema Ponzi dalam pengelolaan KSP Indosurya Cipta," kata Soesilo dalam keterangannya, Jumat 17 Maret.
Karena itu, terkait penetapan tersangka atas diri Henry Surya, dengan persangkaan Pasal 263 dan 266 KUHP dalam hubungan pendirian koperasi, dilihatnya sebagai suatu kejanggalan. Pasalnya, masalah akta koperasi telah selesai pembahasan dan pembuktiannya di persidangan, dalam Perkara Nomor: 779/ Pid.B/2022/PN.Jkt.Brt.
"Oleh karena itu, apabila kemudian dipersoalkan oleh Polisi/Penyidik, maka secara substansial telah memenuhi asas Nebis in Idem (Perkara dengan objek, para pihak dan materi pokok perkara yang sama dan telah berkekuatan hukum tetap, tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya). Baik mengenai objeknya, subjeknya maupun substansinya. Tentu hal sedemikian menjadi alasan kami untuk melakukan bantahan," tuturnya.
Ia menjelaskan, KSP Indosurya Cipta dirikan secara resmi berdasarkan Akta Nomor 84 tahun 2012, dimana akta tersebut telah didaftarkan dan mendapat pengesahan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan Perdagangan Provinsi DKI Jakarta Nomor: 430/BH/ XII.1/1829.31/XI/2012 tanggal 3 November 2012.
Oleh karena itu, lanjutnya, persoalan pendirian dan legalitas KSP Indosurya Cipta sebagai badan hukum koperasi telah mendapat pengakuan dari pemerintah.
"Bahkan pada tahun 2017, KSP Indosurya Cipta dinyatakan sebagai koperasi dengan kategori cukup sehat sebagaimana ditegaskan dalam sertipikat sebagai pengakuan Dinas Koperasi DKI Jakarta, dan tahun 2018 oleh Kementerian Koperasi. Artinya, setelah melalui persidangan di PN Barat, KSP Indosurya sah dan legitimate," ujarnya.
Homologasi Terganjal
Meski begitu, Soesilo memastikan, tidak menutup mata terhadap situasi yang dialami anggota koperasi. Karena itu dalam berbagai kesempatan, pihaknya tetap mendorong agar Henry Surya melaksanakan kewajibannya, sesuai putusan Homologasi.
Untuk diketahui, Putusan Homologasi Nomor: 66/Pdt.SUS/PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst, merupakan putusan perdamaian dengan melakukan restrukturisasi utang dan skema penyelesaian berdasarkan AUM (asset under management), dengan perhitungan awal akan diselesaikan sampai tahun 2026.
"Di samping itu, putusan homologasi telah dilakukan penjaminan oleh PT Sun Capital International dengan mekanisme convertible loan (CL), di mana jika terjadi wanprestasi maka pemegang CL akan menjadi pemegang saham PT Sun Capital International," bebernya.
Dalam perjalanan waktu, putusan Homologasi tersebut dikuatkan oleh Putusan Mahkamah Agung Nomor 1493 K/Pdt.Sus.Pailit/2020 tanggal 26 Oktober 2020. Oleh karena itu, kata Soesilo, sesungguhnya telah mendapat penguatan atas perdamaian a quo.
"Sinyalemen bahwa homologasi tidak berjalan, sesungguhnya tidak demikian, karena telah terjadi pembayaran secara cicil dan asset settlement, seluruhnya kurang lebih Rp2,6 triliun. Situasi tersebut tidak dapat berjalan seperti yang diharapkan karena Henry Surya, kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan atas dirinya," ujar Soesilo.
MTN Sudah Dibeli Kembali
Dalam penyelidikan baru ini, Dittipideksus Bareskrim Polri juga melakukan penyelidikan terkait penghimpunan dan dengan memperdagangkan produk yang dipersamakan dengan produk perbankan (Medium Term Notes/MTN) tanpa izin yang dilakukan KSP Indosurya. Menanggapi hal ini, Soesilo menuturkan, masalah MTN harus dilihat dari perspektif hukum.
Ia menuturkan, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995, Pasal 22 ayat (1) huruf c sebagai peraturan pelaksana UU Nomor 25 Tahun 1992, bahwa KSP dapat melakukan investasi. KSP Indosurya sejak pertengahan tahun 2014, telah melakukan pembelian MTN dengan ikatan perjanjian, seluruhnya sebanyak 153 perjanjian dalam kurun waktu tahun 2014 sampai 2017 dengan jumlah kurang lebih Rp1,8 triliun.
"Keseluruhan MTN tersebut, sampai akhir tahun 2017 telah selesai dibeli kembali oleh Indosurya Inti Finance, dengan nilai Rp1,9 triliun, notabene dengan keuntungan KSP Indosurya kurang lebih Rp50 miliar," ujarnya.
Dalam persidangan sebelumnya, kata Soesilo, perkara MTN juga telah dijelaskan panjang lebar. Saat itu disebutkan, keseluruhan MTN yang pembelian kembali dilakukan oleh Indosurya Inti Finance sesuai urutan waktu jatuh tempo masing-masing MTN.
BACA JUGA:
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri resmi menahan kembali pendiri KSP Indosurya Henry Surya terkait pemalsuan dokumen dan surat serta tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan, di Jakarta, Kamis 16 Maret mengatakan, penahanan Henry Surya terkait perkara tindak pidana berbeda dengan perkara yang sebelumnya telah disidang dan divonis lepas oleh Pengadilan Jakarta Barat.
"Pada 13 Maret 2023 penyidik Dittipideksus sudah menetapkan HS sebagai tersangka, esoknya tanggal 14 Maret penyidik melakukan penangkapan terhadap HS di apartemen di bilangan Kuningan," kata Ramadhan.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Whisnu Hermawan bahwa pihaknya menemukan bukti petunjuk bahwa perbuatan atau KSP Indosurya tersebut cacat hukum. Sehingga penyidik mentersangkakan Henry Surya dengan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat dan Pasal 266 tentang Pemalsuan Surat dalam fakta otentik, serta UU TPPU.
Dalam perkara ini, penyidik telah memeriksa 21 orang saksi baik dari karyawan, Kementerian Koperasi, ahli dan notasi. Dari keterangan para saksi diperoleh keterangan bahwa Henry Surya telah membuat seolah-olah Koperasi Indosurya sebagai koperasi resmi, dan melakukan kegiatan pengumpulan dana masyarakat kurang lebih Rp106 triliun, dan di tahun 2020 terjadi gagal bayar.