Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) dengan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) mengenai percepatan akses penyaluran kredit ke sektor kelautan dan perikanan.

Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, pihaknya sudah mendapatkan dukungan dari Direktur Utama BRI Sunarso untuk melakukan percepatan tersebut.

"Kami sudah dapat dukungan dari Dirut BRI, itu yang paling penting. Kami meyakinkan industri perbankan dari sektor kelautan perikanan ini mempunyai prospek bagus," kata dia dalam acara UMKM Thrive Expo di Gedung KKP, Jakarta, Senin, 6 Maret.

Di sisi teknis, kata Trenggono, pihaknya akan meningkatkan produktivitas produk kelautan dan perikanan agar mudah mendapatkan kredit perbankan.

"Kami benahi dulu tata kelola perikanan dengan baik, produksinya dengan baik, supaya masyarakat yang ada di sektor kelautan dan perikanan bisa menjalankan tata cara produksi dan sebagainya. Itu yang paling penting, supaya bankable," ujarnya.

Hal ini mengingat industri kelautan dan perikanan Indonesia berpotensi besar dari sisi nilai yang diperkirakan bisa mencapai Rp500 triliun.

"Secara data besar sekali produksinya 25 juta ton, itu kalo Rp20 ribu saja per kg, itu Rp 500 triliun. Angka begitu besar itu kalau tidak dikelola, tidak ditata dengan baik, itu sayang," terang Trenggono.

Pada kesempatan sama, Direktur Utama BRI Sunarso menambahkan, sebagai bankir yang sudah selama puluhan tahun, dirinya tahu apa sebenarnya permasalahan mendasar di industri berbasis produk kelautan dan perikanan ini.

"Kami sering gagal di pembiayaan, di penyaluran kredit sektor kelautan ini, kemudian orang mengatakan, oh market-nya yang susah," ungkap Sunarso.

"Padahal, setelah kami teliti sama sekali tidak ada masalah pemasaran di produk pangan, justru potensi market-nya sangat besar karena harus mencukupi kebutuhan protein," tambahnya.

Dengan demikian, kata Sunarso, masalahnya bukan di market serta pemasaran, melainkan di produksi yang menyangkut tiga hal, yakni kuantitas, kualitas, dan keberlanjutan.

"Berarti ada masalah integrasi antara support logistik untuk produksi, produksi, pengolahan, dan distribusi sampai di konsumsi," pungkasnya.