Bagikan:

JAKARTA - PT Surya Esa Perkasa Tbk (ESSA) mencatat laba bersih senilai 139 juta dolar AS atau Rp2,11 triliun (Rp15.159 per dolar AS). Besaran tersebut melesat 893 persen dibandingkan tahun 2021 yang sebesar 14 juta dolar AS atau Rp212,23 miliar.

Laba tersebut ditopang oleh pendapatan perseroan yang mencapai 731 juta dolar AS sepanjang 2022, atau melesat 141 persen dari sebelumnya 303 juta dolar AS pada 2021, atau merupakan rekor pendapatan tertinggi dalam sejarah perseroan.

Presiden Direktur ESSA Chander Vinod Laroya mengatakan rekor pendapatan tersebut sejalan dengan operasional yang baik dan kondisi pasar yang menguntungkan sepanjang 2022, yang mana pasar komoditas global tetap meningkat di tengah situasi geopolitik.

“ESSA telah memanfaatkan kas yang lebih tinggi yang dihasilkan untuk pengurangan jumlah utang, yang mengarah ke neraca yang jauh lebih kuat. Lebih lanjut lagi, kami juga membagikan dividen pada 2022 untuk pertama kalinya sejak penawaran umum perdana kami pada 2012,” ujar Chander mengutip Antara, Senin, 20 Februari.

Lebih lanjut, emiten yang bergerak di sektor energi dan kimia melalui Kilang LPG dan Pabrik Amoniak ini mencatatkan EBITDA sebesar 354 juta dolar AS, atau naik 161 persen dari sebelumnya 135 juta dolar AS pada 2021.

Adapun, harga realisasi amoniak ESSA melonjak 91 persen yoy menjadi 887 dolar AS per metrik ton (MT), dan produksi amoniak juga meningkat 34 persen yoy menjadi 760.815 MT, yang menciptakan rekor pendapatan di bisnis Amoniak yang berkontribusi 93 persen terhadap pendapatan ESSA pada 2022.

Dengan arus kas yang kuat, utang ESSA berkurang secara signifikan sebesar 43 persen menjadi 278 juta dolar AS pada akhir Desember 2022, dibandingkan sebelumnya sebesar 487 juta pada 2021, dengan rasio utang terhadap ekuitas sekarang pada 0,5 kali.

Chander mengatakan perseroan akan fokus pada ESG dimulai dengan proyek Blue Ammonia yang sedang dieksplorasi secara luas untuk digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang lebih bersih.

Pabrik Amoniak perseroan telah menerima penghargaan PROPER Hijau dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),

“Ke depannya, kami tetap optimistis dengan peluang pertumbuhan baru di industri gas-hilir untuk memberikan nilai yang lebih besar bagi para pemegang saham dengan mengembangkan bisnis lebih lanjut." ujar Chander.