Soal Munculnya Petisi Kembalikan WFH, Kadin Indonesia: Fleksibilitas Kerja Tidak Bisa Dilakukan Sesuai Keinginan
Ilustrasi. (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua Umum Bidang Ketenagakerjaan KADIN Indonesia Adi Mahfudz Wuhadji merespons soal kemunculan petisi yang meminta agar penerapan kebijakan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) kembali dilakukan lantaran kemacetan di Jakarta semakin meningkat.

Adi menyebut, penerapan bekerja dari rumah atau WFH adalah hal yang kurang tepat untuk dilakukan, terlebih dengan alasan macet. Ia menilai, macet bukanlah salah satu alasan darurat untuk penerapan kebijakan tersebut.

"Fleksibilitas kerja tidak serta merta kita lakukan sesuai dengan keinginan, melainkan sejauh mana kebutuhan untuk melakukan aktivitas pekerjaan itu sendiri," kata Adi kepada VOI, Rabu, 25 Januari.

Lebih lanjut, kata Adi, rencana untuk kembali memberlakukan penerapan WFH untuk saat ini dirasa tidak perlu. Sebab, menurut dia, tidak semua sektor pekerjaan bisa menerapkan kebijakan tersebut.

"WFH ada kalanya cocok buat pekerjaan yang tidak membutuhkan kehadiran fisik untuk menghasilkan produk tertentu, misalnya usaha jasa yang berorientasi terhadap spesifikasi produk tertentu (konsultan, desain, programmer, dsb). Sedangkan, yang berorientasi untuk menghasilkan produk barang produksi, tentu saja dibutuhkan kehadiran secara fisik," ungkapnya.

Oleh karena itu, Adi menyebut petisi tersebut sebaiknya didasarkan atas kebutuhan yang mendesak.

"Tentu saja WFH sangat tepat dalam kondisi darurat atau tidak memungkinkan untuk bekerja secara fisik dengan alasan suatu hal, seperti di saat pandemi COVID-19," pungkasnya.

Sekadar informasi, muncul sebuah petisi yang dibuat oleh seorang pegawai bernama Riwaty Sidabutar ramai diperbincangkan di media sosial. Dalam laman change.org, Riwaty mengunggah petisi berjudul "Kembalikan WFH Sebab Jalanan Lebih Macet, Polusi, dan Bikin Tidak Produktif".

Petisi ini dimulai sejak dua bulan lalu. Kala itu, status pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di seluruh Indonesia berstatus level 1. Sektor perkantoran esensial hingga nonesensial bisa beroperasi dengan kapasitas pegawai 100 persen bekerja di kantor.

Petisi tersebut mulai ramai saat Presiden Joko Widodo mencabut kebijakan PPKM di Indonesia. Pekerja kantoran pembuat petisi membeberkan alasan dirinya menginginkan aturan work from home (WFH) diberlakukan kembali karena merasa stres saat melakukan perjalanan menuju ke kantornya dan kembali ke rumah.

"Dua tahun bisa kerja dari rumah, ketika ke kantor lagi rasanya malah bikin tambah stres," tulis Riwaty dalam petisinya di laman change.org.

Riwaty menguraikan, dirinya harus menempuh jarak 20 kilometer menuju kantornya dan 20 kilometer perjalanan pulang ke rumah setiap hari kerja. "Belum lagi kalau hujan. Bisa-bisa, saya terjebak kemacetan lama sekali, satu jam bahkan menggunakan sepeda motor," ujar dia.

Menurut pembuat petisi, work from office (WFO) pun belum tentu membuat kerja para pegawai lebih produktif. Sebab, saat harus menghadapi kemacetan dan lamanya perjalanan justru membuatnya lebih lelah. Sementara, WFH memungkinkannya langsung bisa bekerja tanpa harus melakukan perjalanan.