Bagikan:

JAKARTA - Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menanggapi munculnya petisi online yang meminta agar pemerintah mengembalikan kebijakan work from home (WFH) atau bekerja dari rumah saat ini.

Heru mengaku dirinya tak berencana untuk kembali mewajibkan pekantoran di Jakarta untuk kembali menerapkan WFH kepada para pegawainya. Mengingat, saat ini pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) telah dicabut.

"Kan PPKM sudah dicabut. Tidak ada (rencana membuat aturan WFH)," kata Heru di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis, 5 Desember.

Heru sebelumnya memang mewacanakan untuk meminta perusahaan-perusahaan di Ibu Kota untuk mengatur WFH untuk pekerjanya selama musim penghujan.

Sebab, biasanya, volume lalu lintas akan lebih padat saat hujan turun. Jalan yang tergenang air juga mengakibatkan kemacetan lebih parah, terutama saat jam masuk dan pulang kerja.

Hanya saja, Heru sekadar memberikan imbauan, kepada perkantoran-perkantoran yang berlokasi di titik rawan kemacetan dan banjir untuk menerapkan WFH.

"Work from home itu tergantung masing-masing pemberi kebijakan. Silakan masing-masing klaster terdampak (banjir dan macet), seperti kemarin Kapten Tendean atau Warung Buncit, kantor sekitar sana, ambil kebijakan WFH," ungkap Heru.

Sebelumnya, Sebuah petisi yang dibuat oleh seorang pegawai bernama Riwaty Sidabutar ramai diperbincangkan di media sosial. Dalam laman change.org, Riwaty mengunggah petisi berjudul "Kembalikan WFH Sebab Jalanan Lebih Macet, Polusi, dan Bikin Tidak Produktif".

Petisi ini dimulai sejak dua bulan lalu. Ketika itu, status pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di seluruh Indonesia berstatus level 1. Sektor perkantoran esensial hingga nonesensial bisa beroperasi dengan kapasitas pegawai 100 persen bekerja di kantor.

Petisi tersebut mulai ramai saat PPKM di Indonesia dicabut oleh Presiden Joko Widodo. Pekerja kantoran pembuat petisi menjelaskan, alasan dirinya kembali menginginkan aturan work from home (WFH) diberlakukan kembali karena merasa stres saat melakukan perjalanan menuju ke kantornya dan kembali ke rumah.

"Dua tahun bisa kerja dari rumah, ketika ke kantor lagi rasanya malah bikin tambah stres," tulis Riwaty dalam petisinya dalam laman change.org, dikutip pada Rabu, 4 Desember.

Riwaty menguraikan, dirinya harus menempuh jarak 20 kilometer menuju kantornya dan 20 kilometer perjalanan pulang ke rumah setiap hari kerja.

"Belum lagi kalau hujan. Bisa-bisa, saya terjebak kemacetan lama sekali, satu jam bahkan menggunakan sepeda motor," ujar dia.

Menurut pembuat petisi, work from office (WFO) pun belum tentu membuat kerja para pegawai lebih produktif. Sebab, saat harus menghadapi kemacetan dan lamanya perjalanan justru membuatnya lebih lelah. Sementara, WFH memungkinkannya langsung bisa bekerja tanpa harus melakukan perjalanan.

Karenanya, pembuat petisi meminta agar aturan kapasitas pegawai bekerja di kantor 100 persen dikaji kembali. Sebagai pekerja, ia merasa lebih baik jika diberikan pilihan untuk dapat kerja dari rumah.

"Beberapa negara, seperti Belanda sudah melakukannya. Saya yakin, Indonesia juga bisa. Saya yakin, dengan adanya aturan ini dari pemerintah, kantor-kantor akan dapat lebih fleksibel sehingga pekerja-pekerja pun bisa lebih nyaman," urainya.

Sampai siang ini, petisi yang menyuarakan agar WFH kembali diterapkan ini sedikitnya telah ditandatangani lebih dari 18 ribu orang dan jumlahnya terus bertambah.