Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah menyetujui rencana pengembangan lapangan pertama atau Plan of Development I (POD I) Lapangan Hidayah yang merupakan bagian dari Wilayah Kerja North Madura II melalui surat persetujuan Kementerian ESDM tanggal 27 Desember 2022.

Lapangan yang dioperasikan oleh Petronas Carigali North Madura II ini diharapkan akan mulai berproduksi (onstream) pada awal tahun 2027 dengan tingkat produksi saat itu pada kisaran 8.973 barrel oil per day (BOPD).

Lapangan ini diperkirakan akan mencapai puncak produksi pada tahun 2033 dengan kisaran produksi 25.276 BOPD.

Lapangan ini juga diperkirakan akan aktif berproduksi selama 15 tahun (2027-2041).

Dalam kurun waktu tersebut, lapangan ini diperkirakan akan memberikan kontribusi penerimaan Negara sebesar 2,1 miliar dolar AS atau sekitar Rp31 triliun.

"Petronas Carigali North Madura II baru menemukan cadangan setelah melakukan pengeboran tiga sumur eksplorasi di wilayah ini," ujar Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto keada media, Selasa, 10 Januari.

Ia melanjutkan, sumur terakhir yang dibor adalah Hidayah-1 yang menghasilkan penemuan dengan estimasi cadangan minyak sekitar 88,55 Million Stock Tank Barrel (MMSTB).

Lapangan Hidayah berlokasi sekitar 6 kilometer di utara Pulau Madura Di kawasan ini beberapa lapangan migas sudah terlebih dahulu beroperasi.

“Hal tersebut menunjukkan bahwa jika dilakukan eksplorasi, lapangan-lapangan baru akan tetap mungkin ditemukan bahkan di wilayah yang kegiatan hulu migas nya sudah cukup padat,” lanjutnya.

Dwi menambahkan, SKK Migas mendorong percepatan POD I Lapangan Hidayah agar sumber daya minyak yang ditemukan dapat segera diproduksi.

“Selesainya Pengembangan Lapangan Hidayah diharapkan dapat menambah produksi minyak, sehingga diharapkan dapat berperan mengurangi impor minyak. Ke depannya, tentu Lapangan Hidayah akan menjadi salah satu kontributor penting untuk mencapai target produksi minyak 1 juta barel di tahun 2030," papar Dwi.

Dwi menyampaikan, kondisi saat ini produksi minyak masih dibawah konsumsi sehingga upaya mempercepat penemuan minyak agar bisa diproduksi akan senantiasa menjadi prioritas.

Adapun untuk produksi gas diatas kebutuhan di dalam negeri, sehingga sisanya diekspor untuk memperkuat devisa negara.

Perkiraan biaya yang diperlukan untuk pengembangan Lapangan Hidayah antara lain terdiri dari biaya investasi (di luar sunk cost) yang diperkirakan sekitar 926 juta dolar AS; biaya operasi termasuk PBB sampai lapangan mencapai economic limit sebesar sekitar 1,99 miliar dolar AS; dan biaya Abandonment and Site Restoration (ASR) sebesar sekitar 201 juta dolar AS.

“Masuknya investasi seperti ini merupakan bukti bahwa industri hulu migas Indonesia masih menarik di mata investor. Tinggal bagaimana kita sama-sama bekerja menciptakan iklim investasi yang kondusif,” ujar Dwi.

Dengan disetujuinya POD I Lapangan Hidayah, kegiatan pembangunan fasilitas produksi dapat segera dilakukan.

“Kami berharap semua pemangku kepentingan dapat memberikan dukungan sepenuhnya atas pengembangan Lapangan Hidayah sehingga kontribusi-kontribusi yang kami perkirakan tersebut dapat segera terwujud,” pungkas Dwi.