Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengingatkan agar politisi tidak menjadikan isu ketenagakerjaan, khususnya mengenai upah minimum sebagai bahan kampanye saat pencalonan diri menjadi kepala daerah.

"Yang kami prihatin sampai hari ini, isu ketenagakerjaan ini khususnya pengupahan, selalu dipolitisasi terus, yakin itu terjadi, terutama oleh kepala-kepala daerah yang punya kepentingan tertentu. Itu ada, saya tidak perlu sebutin," kata Hariyadi dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa, 3 Januari.

Hariyadi bahkan menyebut pihaknya telah menerima Surat Keputusan Gubernur yang mengatur upah minimum provinsi di luar kewenangannya, karena ada unsur kepentingan politik. Padahal, nyatanya isu ketenagakerjaan tidak memiliki hubungan sama sekali dengan elektabilitas dalam kampanye.

Namun, hal tersebut masih saja kerap dilakukan hingga saat ini. "Kemarin, kami terima SK Gubernur yang kayak gitu, tiba-tiba dia mengatur di luar kewenangan, karena kegiatan politik. Padahal, kami selalu mengingatkan isu ketenagakerjaan tidak ada relevansinya dengan elektabilitas, itu kenyataan dan kejadiannya sudah berkali-kali," jelas dia.

Ketum Apindo itu pun menyebutkan salah satu kepala daerah di Jawa Barat yang menggunakan isu ketenagakerjaan, khususnya terkait upah minimum. Kepala daerah itu dalam kampanyenya menjanjikan upah minimum kabupatennya ke depan akan tertinggi se-Indonesia, tetapi nyatanya tidak berhasil.

"Ada salah satu bupati di Jawa Barat, nggak perlu saya sebutkan daerahnya, kampanyenya akan menjadikan upah minimum kabupatennya tertinggi di Indonesia, apakah menang? enggak juga. Dulu juga ada capres punya kepentingan kayak begini, apakah menang capresnya? enggak juga, karena tidak ada kaitannya," ungkap Hariyadi.

Ia pun menegaskan, agar para politisi tidak masuk ke ranah ketenagakerjaan, apalagi menjadikan isu ketenagakerjaan sebagai bahan kampanye. Sebab, hal ini akan merugikan masyarakat.

"Saya selalu ingatkan teman-teman politisi sudah, deh, jangan masuk ke ranah ini, karena ranah ini begitu diacak-acak, yang rugi itu masyarakat. Teman-teman politis tidak pernah berpikir secara matang, dia pikir isu upah ini akan mendongkrak relevansinya," tutup Hariyadi.