YOGYAKARTA - Perhelatan Bulan Fintech Nasional (BFN) 2022 yang digelar oleh kolaborasi Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech), dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) di Yogyakarta menjadi katalisator pemulihan ekonomi nasional.
Sekretaris Jenderal Aftech, Budi Gandasoebrata mengatakan, pemerintah, asosiasi, dan pelaku usaha keuangan digital (fintech) terus konsisten mendorong edukasi fintech yang diharapkan mendukung pemulihan ekonomi nasional.
"BFN berupaya mengarusutamakan berbagai isu di sektor fintech agar masyarakat semakin familiar dengan ragam fintech, manfaat, serta risikonya. Dari antusiasme masyarakat, kami melihat BFN menjadi katalisator dalam upaya pemulihan ekonomi nasional," kata Budi dalam keterangan dikutip Antara, Selasa 13 Desember.
Diawali dengan gelaran 4th Indonesia Fintech Summit (IFS), forum pertemuan para pimpinan lembaga keuangan, asosiasi, serta pelaku fintech lokal dan mancanegara, BFN 2022 yang berlangsung selama sebulan penuh ditutup pada 12 Desember mempertemukan para penggiat fintech dari berbagai negara melalui serangkaian webinar.
Gelaran 4th IFS dan BFN 2022 menjadi kelanjutan dari rangkaian program edukasi dan diskusi tahunan, tahun ini fokus pada upaya pemulihan ekonomi nasional dengan tema 'Moving Forward Together: The Role of Digital Finance & Fintech in Promoting Resilient Economic Growth and Financial Stability'.
Dia menjelaskan, BFN sukses mengedukasi lebih dari 1,5 juta warga. Selain edukasi, program tersebut menawarkan 232 lowongan pekerjaan dari perusahaan fintech Indonesia.
"Kami percaya, peluang fintech ke depan semakin tidak terbatas pemanfaatannya telah diaplikasikan di hampir setiap aktivitas konsumsi masyarakat. Kami berharap, BFN dapat hadir kembali dengan dampak yang semakin signifikan untuk masyarakat," katanya.
BACA JUGA:
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama (AFPI) Sunu Widyatmoko mengatakan, keterlibatan AFPI dalam BFN menjadi wujud nyata komitmen asosiasi dalam menghadirkan edukasi dan sosialisasi yang relevan melalui kolaborasi dan sinergi dengan pemerintah dan asosiasi Fintech, seperti Aftech.
Dia mengatakan, Presidensi G20 Indonesia secara spesifik telah mengakui peran fintech sebagai akselerator pertumbuhan ekonomi di masa pemulihan ekonomi nasional melalui teknologi digital di fintech lending yang dapat menjangkau akses pembiayaan bagi masyarakat unbanked dan underserved.
"Wujud nyata keberadaan fintech lending bagi perekonomian nasional bisa dilihat dalam hal pembiayaan UMKM misalnya, fintech lending mencatatkan agregat penyaluran pendanaan mencapai Rp476,89 triliun kepada 92,4 juta penerima pinjaman (borrower)," katanya.
Karena itu, kata dia, bersama penyelenggara, pihaknya siap berkolaborasi dengan lembaga jasa keuangan lain dan seluruh pemangku kepentingan untuk meningkatkan inklusi keuangan termasuk turut memperkecil kesenjangan kredit sektor UMKM.
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara mengatakan, pesatnya transformasi digital di sektor jasa keuangan harus tetap mendukung stabilitas sistem keuangan.
Untuk itu, kata dia, OJK akan terus melakukan penyempurnaan kebijakan yang akomodatif dalam memitigasi risiko terkait digital. Selain itu, inovasi digital harus tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan memiliki kerangka manajemen risiko yang andal .
"Kebijakan tersebut untuk memastikan level playing field di sektor jasa keuangan dan meminimalisir 'regulatory arbitrage' di sektor jasa keuangan serta dalam rangka meningkatkan perlindungan konsumen dan pengembangan ekosistem ekonomi digital yang inklusif dan berdaya tahan," katanya.
Menurut dia, kebijakan ini sesuai dengan hasil Konferensi Tingkat Tinggi G20 lalu, di mana pemimpin negara G20 sepakat bahwa transformasi digital merupakan salah satu agenda penting yang harus terus ditindaklanjuti implementasinya.