JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir membeberkan persiapan menghadapi potensi resesi di tahun 2023. Salah satu caranya adalah dengan mendorong efisiensi di perusahaan pelat merah.
"Isu resesi ke depan, kalau keuangan, kita sudah lakukan stress test untuk semua perusahaan BUMN. Karena itu, kita terus mendorong efisiensi. Karena, kita ingin ada cash," kata Erick, dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, di Jakarta, Senin 5 Desember.
Erick mencontohkan di BUMN Karya. Kata Erick, dirinya meminta BUMN Karya membatalkan pembelian tanah untuk transaksi yang belum terlunasi. Tujuannya untuk menjaga kondisi cash flow atau arus kas di tahun depan.
"Beberapa BUMN Karya yang sudah punya kesepakatan beli-beli tanah, itu saya minta kalau bisa dibatalkan, dan uangnya dibalikin. Jadi daripada bikin lagi kawasan properti, ini project doang," ucapnya.
Sementara untuk project-project yang sudah dibayarkan sepertiga dari nilai kontrak, kata Erick, dirinya meminta untuk dibatalin. Tujuannya untuk mendorong cash perusahaan, karena potensi resesi di tahun depan yang membayangi dan tidak bisa dipastikan.
"Misalkan yang sepertiganya sudah dibayarkan, dan kemudian masih kurang pembayarannya. Yasudah, batal saja, lebih baik uangnya dibalikin," tuturnya.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, kata Erick, beberapa partner BUMN juga berkenan untuk membatalkan pembelian tanah. Menurut dia, hanya tinggal menunggu payung hukumnya.
"Tinggal payung hukumnya, supaya kita semua pegang cash. Karena, kita tidak tau kondisi ke depan sendiri mengenai cash flow masing-masing perusahaan ini seperti apa," katanya.
Di sisi lain, Erick juga mendorong agar pendanaan perusahaan BUMN tidak tergantung pada mata uang Amerika Serikat atau dollar AS. Namun, bisa juga menggunakan beberapa mata uang lainnya, seperti Yen dan mata uang lain.
"Kita memang sudah dorong salah satu pinjaman agar tidak tergantung dollar AS, tapi ada juganamanya yang pakai mata uang lain, seperti Yen," tuturnya.
Sementara di sektor pangan, Erick juga memastikan fokus BUMN bersama dengan Bulog, dan RNI untuk memastikan mana yang merupakan penugasan, dan mana yang merupakan market oriented.
Sebagai offtaker, Erick menilai hal itu tidak dapat digabungkan. "Kami juga mendorong bagaimana pendanaan di Himbara dengan bunga murah. Supaya kalau jadi offtaker, tidak ada beban bunga yang menjadi masalah di pangan kita, (enggak mungkin) menjadi offtaker, tapi malah dapat bunga komersial," ucapnya.