Temui Komisi VII, Menteri ESDM Serahkan DIM RUU EBT
Menteri ESDM Arifin Tasrif. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyerahkan draft Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (EBT) kepada Komisi VII DPR RI.

DIM RUU EBT terdiri dari 574 nomor DIM dengan rincian 52 pasal diubah, 10 pasal tetap, dan 11 Pasal Baru.

"Pemerintah sangat menghargai insisiatif DPR khususnya komisi VII yang secara terus menerus mendorong pemanfaatan EBT di tanah air," ujar Arifin dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII di Jakarta, Selasa, 29 November.

Arifin menambahkan, RUU ini merupakan upaya untuk melengkapi dan menyempurnakan regulasi di bidang EBT serta memberikan landasan pengaturan yang lebih strategis untuk transisi energi dan peta jalan menuju ekonomi hijau.

Ia menambahkan, melalui RUU EBT diharakan dapat mempercepat target bauran EBT sebesar 23 persen pada tahun 2025, pencapaian NDC sebesar 32 persen pada 2030 dan juga pencapaian NZE pada 2060.

"Diharapkan lebih cepat dengan potensi EBT yang beragam dan tersebar. Pemanfaatan EBT diyakini dapat meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi kita serta mendorong penurunan efek Gas Rumah Kaca (GRK) dan menumbuhkan industri hijau nasional," lanjut Arifin.

Berdasarkan kajian IRENA pada 2017, lanjutnya, pada tahun 2050 EBT diperkirakan dapat berkontribusi sebesar 44 persen terhadap total upaya penurunan GRK dari referensi case 45 GigaTon menjadi 13GT CO2 per tahun.

Lebih jauh, ia menambahkan, saat ini teknologi EBT sudah berkembang cepat dan keekonomiannya semakin membaik dan kompetitif.

"Sebagai contoh PLTS pada 2010 butuh biaya 4800 dolar AS per Kilo Watt. Saat ini sudah 500-800 doalr AS per KW tergantung kapasitas. Ini menunjukkan sudah ada penurunan lebih dari 90 persen," beber Arifin.

Sementara untuk PLTB Batu, lanjutnya, meskipun tidak sedrastis pada PLTS, penurunan biaya pada PLTB bayu juga terjadi cukup signifikan sebesar 60 persen sampai 68 persen.

"Di saat yang sama kita melihat bahwa harga energi yang berbasis fosil berfluktuasi dan menunjukkan kecenderungan makin tinggi," pungkas Arifin.