Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) meminta Komisi VII DPR RI memberikan kepastian tentang masuknya sampah sebagai salah satu sumber bioenergi ke dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET).

Menteri ESDM, Arifin Tasrif mengatakan, kepastian terkait sampah perlu masuk ke dalam RUU dengan menyempurnakan narasi rincian sumber EBT khusus bioenergi dengan menambahkan lingkup limbah rumah tangga dan limbah sejenis sampah rumah tangga.

Ketentuan terkait pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga tercantum dalam RUU EBET Pasal 30 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) 280.

"Usul dari pemerintah adalah penyempurnaan narasi rincian sumber EBT khusus bioenergi dengan menambahkan lingkup limah rumah tangga dan limbah sejenis sampah rumah tangga," ujar Arifin dalam Rapat Kerja (raker) dengan Komisi VII DPR RI, Senin, 20 November.

Sementara itu, berdasarkan PP Nomor 81 tahun 2021, sampah rumah tangga didefinisikan sebagai sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.

"Pemanfaatan sampah organik dan sampah kota merupakan salah satu program pengembangan bioenergi nasional di mana limbah dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi," lanjut Arifin.

Untuk itu, kata dia, pemerintah mewajibkan perusahaan setrum pel merah, PT LPN (Persero) untuk membeli listrik yang dihasilkan dari Pembangkit Liostrik Tenaga Sampah (PLTSa) untuk mendukung pemerintah daerah (pemda).

Nantunya, ketentuan pembelian listrik mengacu pada Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN).

"Menteri ESDM menetapkan harga dan formula tarif listrik dari PLTSa sampah," imbuh Arifin.

Ia melanjutkan jika saat ini racangan Peraturan Menteri terkait penerapan cofiring pada PLTU telah disetujui oleh Presiden Joko WIdodo dan bertujuan untuk mengatasi masalah limbah, meningkatkan pangsa EBT dan mengurangi emisi dari PLTU.