Bagikan:

BALI - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan bahwa perekonomian global kini tengah dihadapkan pada situasi yang sedemikian pelik. Menurut dia, situasi ini kemungkinan besar bakal berlanjut di tahun depan dengan tekanan yang berpotensi lebih kuat.

"COVID-19 telah menciptakan tantangan yang unik. Kemampuan kita adalah bagaimana mengendalikan pandemi melalui vaksinasi yang menciptakan momentum pemulihan. Akan tetapi, perekonomian kini mengalami guncangan secara global atas perkembangan terkini," ujarnya saat berbicara dalam forum B20 Summits di Nusa Dua, Bali, Senin, 14 November.

Menkeu menjelaskan, perang di Ukraina menjadi salah satu faktor pemicu perlambatan pertumbuhan. Belum lagi adanya pengetatan kebijakan moneter dalam mengimbangi inflasi.

Hal tersebut belum lagi didorong oleh tantangan di sektor pangan yang dialami hampir seluruh negara dunia.

"Ini jelas tidak mudah untuk pelaku ekonomi, para pembuat keputusan dan juga kita semua," tuturnya.

Menkeu menambahkan, akan terus fokus mencari solusi dengan mengarah pada sumber masalah, seperti menurunkan inflasi untuk menjaga stabilitas pemulihan jangka panjang.

"Saya senang tadi mendengar banyak perusahaan besar seperti Unilever dan Freeport yang komitmen untuk membangun usaha tetap tumbuh. Pemerintah akan terus mendukung langkah-langkah dalam menciptakan iklim bisnis yang baik dan berkelanjutan," ucapnya.

Lebih lanjut, bendahara negara memastikan jika arah kebijakan bakal tetap berada di jalur optimistis namun tetap dibarengi dengan kewaspadaan.

"Ini adalah mindset dari para pengambil kebijakan di Indonesia," tegasnya.

Sebagai informasi, performa ekonomi RI tergolong moncer pada sepanjang tahun ini dengan mencatatkan pertumbuhan PDB 5,72 persen year on year (yoy) di kuartal III. Torehan itu mempertahankan momentum pertumbuhan yang terus berada di atas 5 persen sejak kuartal terakhir 2021.

Hasil positif itu didukung pula dengan perbaikan di sektor pasar tenaga kerja yang mampu mengurangi jumlah pengangguran dari sebelumnya 6,5 persen di Agustus 2021 menjadi 5,9 persen pada Agustus 2022.

"Kombinasi ini untuk pertumbuhan yang inklusif dan bisa mengurangi kemiskinan. Kami akan terus bekerja keras dalam mengurangi dampak global ke perekonomian nasional," kata dia.