Temukan Potensi CO2 hingga 1 Miliar Ton, Pertamina dan ExxonMobil Bakal Kembangkan CCS di Indonesia
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dan President Asia Pacific Exxon Mobile Low Carbon Solution and President ExxonMobil Indonesia, Irtiza Sayyed menandatangani kerja sama pengembangan CCS. (Foto: Dok. Pertamina)

Bagikan:

JAKARTA - Studi bersama Pertamina dan ExxonMobil berhasil menemukan potensi karbon dioksida (C02) dengan kapasitas hingga 1 miliar ton yang ditemukan di lapangan migas Pertamina.

Kapasitas CO2 besar ini bisa untuk menyimpan secara permanen CO2 emisi seluruh Indonesia pada rata-rata saat ini, hingga 16 tahun ke depan.

Dengan temuan tersebut, Pertamina dan ExxonMobil memperkuat kerja sama pengembangan carbon capture and storage (CCS) yang dilakukan juga dalam rangka upaya penurunan emisi karbon sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi melalui investasi, pembukaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan bagi negara.

Kerja sama tersebut ditandai dengan ditandatanganinya Head of Agreement (HoA) oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dan President Asia Pacific Exxon Mobile Low Carbon Solution and President ExxonMobil Indonesia, Irtiza Sayyed serta disaksikan juga oleh Duta Besar A.S. untuk Republik Indonesia Sung Y. Kim di Nusa Dua, Bali, Minggu, 13 November.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, kerja sama pengembangan CCS dan dekarbonisasi sejalan dengan upaya Pertamina mendukung program pemerintah untuk mempercepat transisi energi dan target penurunan emisi sebesar 29 persen pada tahun 2030.

“Salah satu lapangan terpilih ini miliki kapasitas yang sangat besar untuk menyimpan karbon dioksida. Implementasi teknologi tersebut akan memprioritaskan sumber daya di ranah domestik, pembukaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan bagi negara,” ujar Nicke dala keterangan kepada media, Senin 14 November.

Nicke menambahkan, kerja sama Pertamina dengan Exxon dilakukan melalui studi bersama untuk melihat potensi penyimpanan CO2 di formasi saline di wilayah kerja Pertamina.

Selain itu, Pertamina juga sedang melakukan studi bagaimana upaya dan inisiatif dekarbonisasi salah satunya melalui CCS yang diharapkan mampu memberikan sumbangsih pada aspek energy security.

Nicke menegaskan, cara cepat pengembangan transisi energi baru terbarukan dan dekarbonisasi di Indonesia adalah melalui partnership. Hal ini untuk menjawab tiga tantangan global sekaligus yaitu teknologi, finance, dan human capital.

Penerapan teknologi CCS, imbuh Nicke, diharapkan akan berperan penting dalam menurunkan gas rumah kaca di atmosfer, yang berkontribusi terhadap pemanasan global, perubahan iklim, pengasaman laut, dan hilangnya keanekaragaman hayati.

“Pengembangan teknologi CCS memiliki dampak ganda, selain mengurangi emisi sekaligus meningkatkan produksi migas nasional,” tutur Nicke.

Adapun hingga saat ini secara total Pertamina tengah menggarap enam proyek CCS/CCUS dengan menyeleksi lapangan-lapangan yang dapat digunakan sebagai tempat injeksi CO2.

Keenam lahan potensial tersebut berada di berbagai wilayah lepas pantai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Sulawesi.

“Pengembangan teknologi CCS sejalan dengan komitmen Pertamina untuk menerapkan Environmental, Social, & Governance (ESG) di semua lini bisnis perusahaan, untuk mendorong keberlanjutan bisnis di masa depan,” pungkas Nicke.

Penandatangan HoA ini merupakan tindak lanjut Joint Study Agreement (JSA) yang ditandatangani di Amerika Serikat pada 13 Mei 2022. Melalui penguatan kerja sama ini, Pertamina dan ExxonMobil akan mematangkan dan menyiapkan rancangan model komersial untuk pengembangan hub CCS regional di wilayah kerja PT Pertamina Hulu Energi OSES dengan potensi untuk menyimpan CO2 domestik dan internasional.